Berangkat dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) no 2 tahun 2017 mengenai pembubaran organisasi masyarakat (ormas) disahkan oleh pemerintah pada tanggal 24 Oktober 2017. Polri menghentikan dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pada tanggal 17 Mei 2017, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto menginstruksikan melalui rapat koordinasi Kemeristek Dikti dan pimpinan perguruan tinggi se-Indonesia untuk membendung kegiatan HTI di kampus. “Posisi perguruan tinggi sangat strategis. Jangan sampai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila masuk ke Kampus” kata Wiranto yang dilansir oleh BBC Indonesia pada 18 Mei 2017. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai wadah untuk menyuarakan Khilafah kepada para mahasiswa melalui lembaga dakwah kampus.
a. Mahasiswa dan Lembaga Dakwah Kampus
Sebagian mahasiswa baru (maba) beragama islam sering mendapatkan asumsi bahwa ketika menjadi seorang mahasiswa memerlukan tempat memperdalami agama islam untuk menambah wawasan keislaman. Kemudian mahasiswa baru (maba) beragama islam mencari tempat untuk menperdalam keislaman yang berlabuhnya pada lembaga dakwah kampus. Lembaga dakwah kampus merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan intra kampus yang terdapat di tiap-tiap fakultas dan universitas untuk mewadahi tempat berkumpul mahasiswa beragama islam dan kegiatan mahasiswa beragama islam yang berada di masjid kampus yang ingin mempelajari Agama Islam secara mendalam. Organisasi ini bergerak dengan Islam sebagai asasnya. Sebagai contoh, lembaga dakwah kampus Shalahuddin UGM merupakan unit kegiatan mahasiswa yang mewadahi para mahasiswa UGM untuk memperdalami agama islam. Kemudian, lembaga dakwah kampus Shalahuddin UGM juga memiliki kepengurusan dan sekertariat bersama pada area Masjid Kampus UGM. Lembaga dakwah kampus Shalahuddin UGM yang akrab sebagai Jamaah Shalahuddin melakukan kaderisasi di Gelanggang Expo (Gelex) tiap tahun pertama mahasiswa baru masuk.
Sejarah Awal lembaga dakwah kampus Shalahuddin UGM dibentuk dengan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang berupa situasi keadaan sekitar Kampus UGM, serta iklim kehidupaan keagamaan dan kemasyarakatan di dalamnya. Sedangkan faktor internal yang berupa tuntutan keadaan yang ada dalam diri jama’ah itu sendiri, yakni karakteristik waktu studi, potensi kemampuan dan keterampilan pengelola. Selain itu, Faktor eksternal terjadi karena pada waktu sebelum terbangunnya lembaga dakwah kampus, kampus UGM didominasi organisasi eksternal seperti GMNI dan HMI yang keduanya berafilasi kepada organisasi politik. Namun, kegiatan yang berkaitan agama islam tidak banyak dilakukan. Oleh karena itu, pada tahun 1976 membentuk kegiatan bernama Ramdhan In Campus (RIC). Sedangkan Faktor internal terjadi karena Masjid Kampus UGM bisa menjadikan ruang untuk bertemu para mahasiswa muslim se-UGM sekaligus tidak menghambat para mahasiswa berkegiatan di luar kampus.
Proses kaderisasi sangat menarik minat mahasiswa baru untuk memperdalami agama islam karena diisi dengan kajian-kajian mengenai tata cara ibadah, hukum syariah, serta ajaran-ajaran sesuai sunnah nabi. Menurut pandangan mereka, islam yang sempurna itu selalu mengikuti sunnah-sunnah nabi. Selanjutnya, kaderisasi pun diisi mengenai motivasi-motivasi secara islam yang nantinya akan membangun semangat para mahasiswa untuk mengamalkan kemurnian tauhid sesuai sunnah-sunnah nabi. Di dalam kaderisasi inilah yang menjadi masuknya ideologi Khilafah dan Wahabi masuk di area masjid kampus.
b. Masuknya Doktrin HTI
Aktivitas dakwah di kampus tidak lepas dari permasalahan keagamaan di wilayah kampus. Aktivitas dakwah di kampus sering mengadakan kajian-kajian dan diskusi-diskusi dalam skala kecil maupun besar membahas permasalahan keislaman yang ada di kampus dan sekitarnya. Mereka juga sering mengundang narasumber penceramah, baik dari ormas maupun alumni yang pernah menjadi bagian lembaga dakwah kampus. Di Masjid Kampus UGM era 90-an, para orang-orang tarbiyah mulai memasuki area maskam dengan menawarkan kepada para petinggi UGM sebuah silabus untuk mengisi kegiatan di Masjid Kampus UGM. Pada saat itu, petinggi UGM menyetujui silabus yang mereka bawa dan penguasaan Masjid Kampus UGM diserahkan kepada orang-orang tarbiyah.
Pada aktivitas dakwah di kampus memiliki kesamaan antara kampus satu dengan kampus lainnya karena aktivitas dakwah di kampus dikuasai oleh orang-orang tarbiyah yang mampu menyiapkan perencanaan/silabus mengenai keislaman serta kegiatan-kegiatan yang ditawarkan oleh para orang tarbiyah itu sendiri.
Pada 2004, paham Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masuk di lingkungan kampus dengan menyebarkan ideologi Khilafah melalui selembaran-selembaran yang dibuat oleh HTI press. Pada saat itu, para mahasiswa tidak tahu ideologi Khilafah itu apa dan berpikirnya tidak menggantikan Pancasila sebagai ideologi negara. Kemudian ketika penceramah di hari jumat di isi oleh orang HTI dengan membicarakan mengenai kepedulian palestina. Lambat laun, orang-orang tarbiyah ini memberanikan diri untuk mendirikan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sebagaimana yang dilansir oleh Tirto.id pada tanggal 21 Juli 2017 dengan artikel berjudul “Cara Dakwah HTI Memikat Pengikut dan Simpatisan di Kampus” menjelaskan Cara HTI mengindoktrinasi para pengikutnya di kampus dilakukan lewat dua metode. Pertama, secara langsung melalui kegiatan HTI cabang Kampus; dan kedua, membangun afiliasi dengan cara menempatkan kader mereka pada jabatan strategis di LDK kampus. Dalam artikel menjelaskan Metode langsung misalnya dengan membuat seminar dan pelatihan, Salah satunya dilakukan di Universitas Negeri Medan (Unimed), IAIN Sumatera Utara, dan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara pada April 2014. Mereka menggelar Medan Ta’aruf Awal (Mental) HTI di Aula Masjid Baiturrahman, Unimed, Medan.Cara lain dengan menyisipkan tema kegiatan beserta para pembicara ke LDK yang berafiliasi dengan HTI. Lewat diskusi terbuka, HTI menyebarkan gagasannya kepada para mahasiswa. Perlahan tapi pasti, mereka segera mendapat simpati dari mahasiswa lewat kegiatan itu.
Secara struktural, HTI memiliki struktur bertingkat dari pusat ke kecamatan. Pengurus di tingkat pusat disebut Dewan Pimpinan Pusat HTI, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I untuk tingkat provinsi, DPD II untuk tingkat Kota/Kabupaten, dan Dewan Pimpinan Cabang untuk tingkat kecamatan.Juru bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan pada Mei lalu bahwa saat ini HTI sudah ada di 34 Provinsi dan lebih dari 300 di kabupaten/kota.
Selain struktur itu, HTI memiliki struktur lain yang terpisah dari kepengurusan, yakni HTI cabang kampus dan Muslimah HTI untuk organisasi perempuan. Meski terpisah, tetapi organisasi sayap ini terlibat dalam koordinasi pengurus HTI. Dua sayap HTI ini memiliki fungsi masing-masing. HTI cabang kampus semacam kepanjangan tangan HTI untuk menjangkau mahasiswa di kampus. Sementara Muslimah HTI lebih fokus pada isu perempuan dan Islam. Meski demikian, keduanya kerap bekerjasama untuk membuat kegiatan di kampus.
c. Menjadi Aktivis
Setelah dididik melalui kaderisasi dan pernah menjabat di organsasi dakwah kampus, para mahasiswa tingkat atas menjadi aktivis HTI. Dalam aktivis HTI ini, para mahasiswa secara aktif mengajarkan ideologi-ideologi HTI dan menyelesaikan permasalahan melalui cara pandang islam yang berafilasi terhadap ikhwanul muslimin. Para aktivis HTI ini bergabung dengan organisasi politik KAMMI. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) merupakan organisasi politik berbasis kampus yang dibentuk pada masa reformasi pada 29 Maret 1998 di Malang.
Sebagaimana yang dilansir oleh kumparan.com pada tanggal 9 Mei 2017 dengan artikel berjudul “Alasan Mengapa Mereka Menjadi Kader HTI” menjelaskan Choirul dan Novi menjadi aktivis HTI. Choirul Anas (29), pria yang telah menjadi anggota HTI sejak tahun 2004 ini mengaku perkenalannya dengan HTI justru banyak membawa perubahan baik bagi dirinya. Choirul mengenal HTI sejak SMA yang ia mengikuti rohis di SMAnya kemudian ia ikut pengajian-pengajian HTI yang diajak temennya SMA. Choirul melihat bahwa yang diajarkan oleh kelompok HTI sangat mengena untuk pribadinya karena mereka mengajarkan bahwa kita sebagai Kholifah di muka bumi senantiasa merawat dan bertanggung jawab di bumi Allah.
Sedangkan Novi (39) mengaku menjadi islam yang kaffah setelah mengikuti HTI. Bagi dia, menjadi islam yang kaffah adalah mengikuti ajaran al-quran dan sunnah. Novi dulunya seorang pegawai hotel di bali dan sering pergi dugem. Setelah ia mengikuti proses hijrah, lalu ia berubah menjadi seorang muslimah. Novi sering mengikuti kajian-kajian yang dipelopori oleh kelompook HTI. Novi sangat beruntung bisa melakukan perubahan pada dirinya.
Aapa yang dicontohkan Choirul Anas dan Novi menggambarkan bahwa HTI tidak hanya berdiri secara organisasi, tetapi berdiri secara kekeluargaan. Sebab, pengamalan agama yang diamalkan oleh HTI untuk lingkungan sendiri. Secara kultural, HTI sedang membangun atmosfir yang zaman dahulu pernah dilakukan oleh Rosulluloh SAW dan para sahabat dengan menonjolkan ciri khas dari negeri arab, seperti pakaian gamis, cadar, celana di atas mata kaki, dan jenggot. Tak hanya itu, organisasi tersebut juga memiliki keinginan menegakkan syariat islam di dalam negara yang mereka tinggali.
d. Kesimpulan
Pada artikel ini saya buat menjelaskan bahwa HTI secara ajaran mengajarkan ajaran-ajaran islam kepada anak-anak muda yang sedang mencari jatidiri agamanya dengan melakukan disebut “Hijrah”. “Hijrah” merupakan semacam prinsip hidup untuk berubah dengan lebih baik. Selama anak-anak muda “berhijrah”,mereka mencari suatu kegiatan yang positif, seperti pengajian. Namun, selama mereka “berhijrah”, mereka sedang disusupi ideologi “Khilafah”, ideologi tersebut bersumber dari ideologi timur tengah yang melawan dari konflik di negaranya sendiri.
Bagi saya, sistem “Khilafah” secara konsep merupakan konsep yang ideal menurut Al-Quran sebagai kitab suci umat islam. “Khilafah” merupakan suatu sistem kepemimpinan yang diambil dari kata “Kholifah” yaitu pemimpin. Sebenarnya sistem “Khilafah” dengan sistem kepemimpinan yang lain, seperti preidensial dan kerajaan itu sama, hanya saja di dalam hukumnya memakai hukum-hukum Islam. Akan tetapi, dalam proses pembentukan sistem “Khilafah”, ada permainan penyusupan ideologi yang itu justru merusak umat manusia, seperti penggunaan “kafir” setiap mereka tidak setuju atau tidak sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi sesuai perspektif mereka yang dianut.“Kafir” merupakan identifikasi dari Tuhan untuk menilai orang salah yang sudah tertera oleh Al-Quran, akan tetapi menurut saya menyebutkan kata “kafir” adalah Allah SWT karena kita tidak tahu apakah kita “kafir” atau tidak. Meski begitu, saya memiliki gagasan mengenai sistem “Khilafah”. Saya mempelajari cara bernegara yang dilakukan oleh salah satu sahabat nabi, Umar Bin Khattab. Umar Bin Khattab merupakan pemimpin terhebat pada zaman itu. Umar sangat tegas sebagai seorang pemimpin sekaligus penegak dari syariat islam. Selama kepimpinannya, Umar sangat peduli dengan kaum miskin dan kaum non islam. Ketika miskin miskin kelaparan, Umar langsung mengirim ke rumah orang berupa makanan. Sedangkan ketika istana negera miliknya diperlebar, di samping istananya, terdapat gubuk milik orang Yahudi. Orang Yahudi sempat ketakutan mendengar rencana Umar Bin Khattab ingin dipelebar kemungkinan akan digusur, Akhirnya Umar Bin Khattab melakukan komunikasi dengan orang Yahudi agar tidak usah khawatir karena gubuknya tidak akan digusur dan akan diberi imbalan.
Bagaimana dengan pancasila? Menurut saya, Pancasila sebagai ideologi negara memiliki kemiripan esensinya, seperti Musyarawah mufakat, persatuan, keadilan sosial, kemanusian beradab, dan menyembah Tuhan dengan apa yang dilakukan sistem “Khilafah” yang dilakukan oleh Sahabat Nabi, Umar Bin Khattab. Hanya saja, pelaksanaan dari pancasila tersebut kurang optimal karena para pemimpin dan para penegak hukum masih melalaikan komitmen apa yang mereka buat sehingga berdampak kepada masyarakat yang tidak patuh komitmennya terhadap hukum yang diterapkan di negara Indonesia.
Referensi
Ahmad, C. (2014, Februari 22). Peran Strategis Lembaga Dakwah Kampus. Retrieved from Republika.com: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/02/22/n1e400-peran-strategis-lembaga-dakwah-kampus-1
Fathoni, R. S. (2016, Februari 21). Sejarah LDK, KAMMI, dan HTI Chapter Kampus. Retrieved from Wawasan Sejarah: http://wawasansejarah.com/sejarah-ldk-kammi-dan-hti-chapter-kampus/
Kresna, M. (2017, Juli 21). Cara Dakwah HTI Memikat Pengikut dan Simpatisan di Kampus. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/cara-dakwah-hti-memikat-pengikut-dan-simpatisan-di-kampus-cs9d
Pranamya Dewati, I. S. (2017, Mei 9). Alasan Mengapa Mereka Menjadi Kader HTI. Retrieved from kumaparan: https://kumparan.com/@kumparannews/alasan-mengapa-mereka-menjadi-kader-hti
Prasetyanto, A. (2018, Juni 8). ITB Bekukan Hati Organisasi yang Diduga Berafilasi Dengan HTI. Retrieved from kumparan: https://kumparan.com/@kumparannews/itb-bekukan-hati-organisasi-yang-diduga-berafiliasi-dengan-hti
Syaputra, A. (2015, Juni 18). Lembaga Dakwah Kampus Antara Tarbiyah dan Kepentingan Politik Asing. Retrieved from Kompasiana: https://www.kompasiana.com/abdirians/54f67d0ea33311cd218b4c3f/lembaga-dakwah-kampus-antara-tarbiyah-dan-kepentingan-politik-asing
Comments