top of page

Alun-alun Kidul Yogyakarta: Manifestasi Transisi Ruang Publik

Updated: May 4, 2019


Ali Akbar M, Athif Tsabit P, Charistya Herandy, Shafira Apriliana H.



Mengenal Ruang Terbuka yang Publik

Bagi masyarakat Yogyakarta, Alun-alun Kidul Kota Yogyakarta merupakan sebuah ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik adalah ruang tidak terbangun kota yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas estetika, lingkungan, dan kesejahteraan warganya (Haryanti, 2008). Sementara itu, ruang publik menurut Carr dalam Dwiananto (2003) merupakan ruang atau lahan umum di mana masyarakat dapat melakukan kegiatan publik fungsional maupun kegiatan sampingan lainnya yang dapat mengikat suatu komunitas baik itu kegiatan sehari-hari maupun berkala.


Kevin Thwaites (2007) dalam “Experiential Landscape” menjelaskan ruang publik sebagai ruang terbuka yang dimanfaatkan secara bersama dan memiliki makna holistik hubungan antara dimensi spasial dan jangkauan pengalaman manusia. Thwaites (2007) menjelaskan bahwa ruang terbuka (open space) bisa menjadi place, tergantung interaksi dan intensitas manusia yang menggunakannya. Di dalam ruang publik terdapat kegiatan yang rutin dilakukan beserta pengelolaannya.


Dalam memaknai ruang terbuka, Thwaites (2007) kemudian memilahkan makna centre, direction, transition dan area. Sementara Jan Gehl (2007) dalam “Open Space Public Space” menjelaskan bahwa pada kota tradisional, ruang kota mewadahi meeting place, market place, connection place. Dalam Life Between Buildings (2010), Gehl menjelaskan perspektifnya terhadap ruang publik dengan membedakan antara kegiatan yang diperlukan, kegiatan fungsional, dan kegiatan sosial di ruang publik Ruang publik yang bagus mewadahi optional activity (kegiatan pilihan) dengan lebih baik. Makin baik sebuah tempat, makin banyak pilihan kegiatan yang terjadi dan aktivitas yang diperlukan dapat berlangsung lama.


Transisi Alun-alun Kidul

Secara umum, ruang terbuka dimanfaatkan masyarakat dari berbagai umur dan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya sebagai wadah untuk saling berinteraksi. Pemanfaatan ruang terbuka bagi masyarakat memiliki banyak tujuan yang berbeda-beda, khususnya bagi kaum muda, ruang terbuka merupakan kawasan yang dapat digunakan sebagai sarana berkumpul dengan biaya yang murah atau terjangkau. Alun-alun Kidul Kraton Yogyakarta sejatinya merupakan halaman belakang dari Kraton Yogyakarta itu sendiri.


Namun seiring berkembangnya zaman, Alun-alun Kidul berubah fungsi dari yang sifatnya sacred menjadi ruang yang profan. Segala hal yang berbau mistis pada alun-alun mulai digantikan dengan aktivitas-aktivitas masyarakat yang lebih fungsional (Dwiananto, 2003). Alun-alun Kidul sendiri pada awalnya bukanlah sebuah ruang publik kota. Sebagai halaman belakang alun-alun tidak tersedia untuk publik - atau bersifat eksklusif. Mengacu Gehl (2007) dalam “Open Space Public Space”, ruang kota mewadahi meeting place, market place, connection place. Saat ini ketiga kriteria terdapat di alun alun selatan, sebagai tempat bertemu, pasar, dan titik bertemunya beberapa jalur jalan.


Menurut informan yang kami temui, seorang abdi dalem Keraton bernama Subagyo yang saat itu sedang berada di pelataran Sasono Hinggil, fungsi Alun-alun Kidul yang semula sekedar pengkeran (halaman belakang) ini mulai berubah menjadi terbuka untuk publik sejak peringatan 200 tahun Kota Yogyakarta tahun 1956. Peringatan itu berupa pekan raya yang sangat besar dan ditandai dengan pembangunan dua monumental building, yaitu Gedung Dwisoto Warso (di sebelah selatan Masjid Agung, kawasan alun-alun utara) dan Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad (sisi utara Alun-alun Kidul).


Hal ini menjadi semacam intervensi dari lingkungan privat di Alun-alun Kidul dengan bangunan publik yang sangat mudah diakses publik. Bahkan hingga kini Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad masih terus dipakai untuk pagelaran wayang dan gamelan pada peringatan sekaten, juga digunakan untuk acara pemilihan Dimas Diajeng Yogyakarta.


Masangin

Masangin adalah ritual berjalan dengan mata tertutup menyusuri sumbu imajiner dari ujung utara Alun-alun Kidul (di depan Sasono Hinggil Dwi Abad) melalui celah antara dua pohon beringin di tengah Alun-alun Kidul yang diberi nama Kyai Dewandaru dan Kyai Jayandaru sampai ujung selatan alun-alun, namun banyak yang menafsirkan sampai melewati kedua pohon beringin saja, tak perlu hingga ujung selatan alun-alun. Ritual ini menjadi ciri khas kegiatan di Alun-alun Kidul yang menarik pengunjung karena dianggap akan terkabul doa atau keinginannya jika berhasil.


Informan kami mengatakan kalau sebenarnya ini bukanlah ritual yang berasal dari Keraton, melainkan menurut perkataannya hanyalah “gayeng-gayengan” untuk memeriahkan perayaan tujuh-belasan HUT RI pada era 80-an. Namun kemudian masangin ini dimaknai ulang sebagai tolak ukur niat seseorang dalam meraih keberhasilan. Seperti beberapa pelaku masangin yang kami temui, banyak dari mereka yang tidak memperhatikan kegiatan ini sebuah ritual atau bukan karena yang paling mendorong mereka adalah rasa penasaran mampu tidaknya diri mereka melalui dua beringin tersebut dengan mata tertutup dan terus mencoba jika tidak berhasil.


Masangin ini dapat diartikan sebagai penguji niat seseorang untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya, digambarkan dengan ketika orang tersebut belum mampu melewati kedua beringin di alun alun kidul ini dengan mata tertutup dan orang itu masih mencoba lagi dan lagi sampai berhasil, maka kuatlah niat orang itu ketika memiliki keinginan dan dengan usahanya yang tanpa menyerah mencoba lagi maka suatu saat akan terwujud. Sehubungan dengan kegiatan masangin ini dimanfaatkan oleh beberapa warga sekitar untuk menyewakan penutup mata seharga lima ribu rupiah dan dapat dipakai sepuasnya dengan jaminan KTP yang dititipkan kepada penyedia jasa.


Kami melakukan observasi di Alun-alun Kidul pada malam hari dan dalam pengamatan kami, kami mendapati beberapa fitur yang ditujukan pada pengunjungnya sebagai berikut.



Lesehan

Kuliner lesehan merupakan salah satu kegiatan yang diminati pengunjung, dengan variasi menu tradisional pada awalnya seperti angkringan, wedang ronde, wedang bajigur, dan jagung bakar. Namun saat berkembang warung lesehan dengan menu makan malam yang proper seperti nasi goreng, bakmi jawa, bakso, mie ayam, dan lain sebagainya yang nampak berjejer rapi membentuk kavling di sisi barat dan timur seberang Alun-alun Kidul.


Tiap kavling berukuran “3 tikar” untuk 2 pelaku usaha namun karena tidak mencukupi, kemudian pelaku usaha sepakat memperluas kavling lesehannya ke badan alun-alun, segaris dengan kavling miliknya dengan ukuran 3 tikar. Perluasan kavling ini khusus untuk lesehan warung makan saja. Pada sisi lapangan alun-alun digelar tikar memanjang dan disediakan meja rendah untuk pengunjung yang menggunakan fasilitas lesehan, juga diatas meja diberi penerangan lampu LED kecil dengan baterai accu untuk menerangi pengunjung.



Odong-odong

Kendaraan odong-odong adalah kendaraan berwarna-warni dengan bentuk seperti mobil golf dan dengan lampu kelap-kelip yang bergerak dengan cara dikayuh. Pada awal kemunculannya odong-odong memiliki bentuk sederhana seperti sepeda tandem yang dilas sedemikian rupa dan dihiasi dengan lampu kelap-kelip. Namun dari tahun ke tahun dekorasi dari odong-odong semakin variatif mulai dari bentuknya yang menyerupai mobil VW Kodok dan Dokar hingga tersedianya full music lengkap dengan layar LCD. Namun odong-odong seperti ini selain ada di Alun-alun Kidul Yogyakarta juga banyak ditemui di alun-alun di kota lain di Indonesia. Biaya yang dipatok untuk menyewa odong odong ini bervariasi mulai dari 40 ribu rupiah untuk yang kecil berkapasitas empat orang sampai 70 ribu rupiah untuk yang besar berkapasitas delapan orang dengan model tingkat, dan biaya tersebut untuk empat kali putaran alun alun selatan yang kurang lebih berjarak 600 meter untuk tiap putaran.



Penjual Jajanan dan Mainan

Di area Alun-alun Kidul ini juga banyak ditemui penjual jajanan dan mainan yang menjajakan jualannya dari pagi hingga malam hari. Jajanan yang dapat dijumpai di Alun-alun Kidul ini bervariasi mulai dari jajanan gurih seperti bakso tusuk, cimol, siomay, batagor, sosis bakar, dan sebagainya sampai jajanan yang manis seperti kue leker, jagung bakar, jasuke (jagung susu keju), kue pukis, es potong goreng dan lain sebagainya, dengan harga yang bervariasi dan relatif murah. Pedagang juga banyak yang menambahkan unsur kreativitas dalam jajanannya seperti bakso prasmanan yang diliput oleh liputan6.com.


Adanya penjual jajanan ini menciptakan adanya variasi pilihan bagi pengunjung untuk menikmati wisata kuliner yang ada di Alun-alun Kidul. Apabila pengunjung tidak ingin menikmati makanan berat, maka pengunjung dapat menikmati jajanan yang disediakan oleh warung-warung yang terdapat di lingkungan Alun-alun. Sedangkan untuk penjual mainan yang berada di alun alun selatan ini menjual berbagai mainan seperti, kitiran yang diberi lampu, layangan, gelembung sabun, kapal otok-otok dan ada juga jasa penyewaan egrang dan bakiak yang dapat digunakan sepuasnya dengan harga 10 ribu rupiah.


Sehubungan dengan dibukanya lingkungan Alun-alun Kidul sebagai salah satu ruang terbuka publik yang ada di Yogyakarta, seperti yang sudah dijelaskan di atas, maka alih fungsi yang terjadi pada Alun-alun Kidul ini memberikan dampak positif dengan adanya kegiatan pariwisata yang terjadi di alun alun selatan dimana tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata wajib bagi wisatawan yang datang ke Yogyakarta. Dengan adanya kegiatan pariwisata yang ada di Alun-alun Kidul, peluang usaha kemudian tercipta dan dimanfaatkan oleh warga lokal untuk dijadikan sebagai profesi utama maupun sampingan. Salah satunya adalah parkir yang didorong dengan ramainya pengunjung yang datang ke Alun-alun Kidul. Hal tersebut membuka peluang penyediaan jasa parkir yang dikelola langsung oleh warga sekitar tanpa adanya karcis sebagai bentuk resmi pungutan parkir yang ditetapkan oleh pemerintah kota. Biaya parkir yang ditarik untuk sepeda motor sebesar lima ribu rupiah dan untuk mobil 10 ribu rupiah.


Masyarakat sekitar juga bisa berjualan di sekitar lingkungan Alun-alun Kidul dengan membuka lesehan ataupun jajanan dan mainan. Selain itu, mereka juga dapat menyediakan jasa penyewaan penutup mata, egrang, bakiak, sepeda, dan odong odong. Dinamika perekonomian yang ada di Alun-alun Kidul ini terhitung besar. Sebagai contoh, dalam satu malam seorang penyedia jasa sewa odong-odong bisa mendapatkan penghasilan 300 ribu rupiah dalam dan bisa mencapai 1 juta rupiah semalam per satu odong odong pada momen-momen high season, seperti pada liburan lebaran yang diliput oleh Tribunnews.com. Setiap juragan odong-odong rata-rata memiliki lebih dari lima odong odong yang disewakan di lingkungan Alun-alun Kidul setiap harinya.


Profit di atas belum terhitung dari perputaran uang yang ada pada kuliner dan jasa parkir. Wisata yang ada di Alun-alun Kidul pasca transisi menjadi ruang terbuka publik membawa dampak baik dari segi ekonomi masyarakat sekitarnya. Namun agaknya perubahan yang terjadi pada Alun-alun Kidul ini seharusnya dibarengi dengan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya, karena dengan banyaknya pengunjung dan aktivitas wisata yang terjadi juga menambah jumlah sampah yang ada.


Dikutip dari Tribunnews.com, beberapa warga telah memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan Alun-alun Kidul dengan rutin membersihkan sampah yang dibuang sembarangan. Pun kurang tersedianya dan terawatnya toilet yang ada di Alun-alun Kidul belum memenuhi kebutuhan MCK. Namun dari segi promosi wisata, pemerintah kota cukup ambil bagian dengan mengadakan Festival Alun-alun Kidul seperti yang ditulis oleh Riani (2019) dalam Liputan6.com


Jika bisa kami simpulkan dalam satu paragraf, terjadinya transisi penggunaan Alun-alun Kidul juga memantik terjadinya transisi dalam kehidupan manusia - seperti warga lokal dan wisatawan. Warga lokal yang tadinya memiliki profesi lain kemudian beralih profesi ketika mereka melihat Alun-alun Kidul sebagai ruang yang berprospek untuk penghidupan secara material. Wisatawan juga kemudian melihat Alun-alun Kidul sebagai tempat yang dituju - khususnya jika mereka tidak memiliki ruang yang serupa di tempat asal mereka. Alun-alun Kidul kemudian menjadi ruang publik yang dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai tujuan. Lantas, dapat dikatakan bahwa transisi Alun-alun Kidul menjadi ruang publik terbuka memperbolehkan adanya perubahan hubungan sosial yang mutual antara warga lokal sebagai “penyedia jasa pariwisata” dan wisatawan sebagai penikmatnya.



Referensi

1. Alun-Alun Kidul: Tempat Asyik Menikmati Fragmen Malam Di Jogja - Maioloo.com. (2019). Retrieved from https://www.maioloo.com/tempat-wisata/yogyakarta-jogja/alun-alun-kidul-jogja/

2. Carr, Stephen, et.al. (1992). Public Space. Cambridge: Cambridge University Press

Dwiananto. (2003). Peningkatan Kualitas Lingkungan Fisik Alun-alun Kota Yogyakarta Sebagai Ruang Publik Kota. Jurnal PWK ITB No. 3

3. Festival Alun-Alun Selatan Angkat Budaya dan Kearifan Lokal | Republika Online Mobile. (2019). Retrieved from https://www.republika.co.id/amp/pghg91399

4. Gehl, Jan. (2007). Open Space People Space. Washington: Island Press

5. Gehl, Jan. (2011) Life Between Building. Washington: Island Press

6. Hardiman, Budi. (2010). Ruang Publik. Yogyakarta: Kanisius

7. Kusno, Abidin. (2000). Behind Post Colonial: Architecture, Urban Space, and Political Culture. Routledge.

8. Riani, A. (2019). Jajan di Alun-Alun Kidul Yogyakarta, Pilih Sendiri Bakso Murah Meriah Favorit Anda. Retrieved from https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3884531/jajan-di-alun-alun-kidul-yogyakarta-pilih-sendiri-bakso-murah-meriah-favorit-anda

9. Thwaites, Kevin. (2007). Experiential Landscape. London.

10. Libur Lebaran, Wahana Sepeda Hias di Alun-alun Kidul Masih Jadi Favorit - Tribun Jogja. (2019). Retrieved from http://jogja.tribunnews.com/2017/06/27/libur-lebaran-wahana-sepeda-hias-di-alun-alun-kidul-masih-jadi-favorit

11. Harusnya yang Buang Sampah di Alun-alun Selatan Malu dengan Bapak Tua Ini! - Tribun Jogja. (2019). Retrieved from http://jogja.tribunnews.com/2017/08/24/harusnya-yang-buang-sampah-di-alun-alun-selatan-malu-dengan-bapak-tua-ini

12. Toilet Umum di Alun-alun Kidul Tak Terawat, Begini Tanggapan Wali Kota Yogyakarta - Tribun Jogja. (2019). Retrieved from http://jogja.tribunnews.com/2017/09/08/toilet-umum-di-alun-alun-kidul-tak-terawat-begini-tanggapan-wali-kota-yogyakarta

Recent Posts

See All

Comentarios


Subscribe

LOGO UGM.jpg
LOGO KEMANT.jpg

Gd. R. Soegondo lt. 5 FIB UGM
Jl. Sosiohumaniora No. 1
Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Crafting Ethnography 

Departemen Antropologi FIB-UGM

  • Twitter

©2018 'Crafting Etnography' Creative Team

bottom of page