Jika berbicara tentang Victoria’s Secret, yang langsung terbayang oleh sebagian besar orang pasti pakaian dalam seksi nan mahal, model-modelnya yang cantik bukan main, bahkan fashion shownya yang spektakuler. Victoria’s Secret Fashion Show yang merupakan acara tahunan brand pakaian dalam raksasa ini dapat dikatakan sebagai fashion show terbesar di muka bumi, dengan tingginya antusiasme masyarakat seluruh dunia pada acara ini. Bagaimana tidak, berbeda dengan fashion show pada umumnya, Victoria’s Secret Fashion Show terdiri dari lima sampai enam segmen setiap tahunnya yang masing-masing memiliki tema berbeda, ditambah dengan penampilan langsung musisi papan atas dan model-model kelas dunia, semua mata tertuju pada acara ini. Namun, seiring dengan perkembangannya, Victoria’s Secret Fashion Show setiap tahunnya tidak luput dari kontroversi. Dapat dikatakan, kontroversi terbesar jatuh pada masalah apropriasi kultural dalam outfit yang dikenakan beberapa tahun terakhir. Sebagai orang awam, saya awalnya berpikir, “Ada apa sih tentang apropriasi kultural ini? Bukannya dengan membawa suatu budaya, budaya tersebut jadi terpromosikan? Atau mungkin, budaya tersebut dibawa sebagai cara untuk menarik pasar dari masyarakat yang bersangkutan? Bukannya justru masyarakat yang bersangkutan bangga budayanya dapat dikenal oleh orang di seluruh dunia?” Namun, ternyata hal menyangkut apropriasi budaya tidak sesederhana itu. George Nicholas pada laman The Conversation mengatakan, “...I draw the line when the use of an aspect of someone’s heritage is used without permission, or in inappropriate or unwelcome ways that cause cultural, spiritual or economic harm. The harms are particularly acute for Indigenous peoples who, through loss of land, language and sovereignty, have had so little control over their own affairs in settler countries like Canada, the United States and Australia. Furthermore, legal conventions such as copyright, patents and trademarks are only rarely applicable to protecting their heritage.” Dari keterangan tersebut dapat diketahui mengapa masyarakat seakan mengamuk dengan digunakannya aspek-aspek kebudayaan di Victoria’s Secret Fashion Show.
Terkesan hanya mengambil hal-hal visual dan tidak memerhatikan makna dibaliknya
Dimanapun itu, kapanpun itu, siapapun itu, apapun itu, jika sudah berhubungan dengan kebudayaan, sangat erat kaitannya dengan pemaknaan. Masih sangat segar dalam ingatan saya, satu tahun lalu saat menjadi mahasiswa baru antropologi budaya, kami terus menerus dijejali dengan simbol-makna-simbol-makna yang memang merupakan aspek utama dari bidang yang kami geluti: budaya. Maka dari itu, ketika permasalahan apropriasi budaya di Victoria’s Secret Fashion Show menyeruak dan alasan utama protes terus dilontarkan adalah karena Victoria’s Secret seakan tidak mementingkan makna dari simbol-simbol kebudayaan yang digunakan, saya langsung menggelengkan kepala. Nampaknya Victoria’s Secret butuh staf dengan background antropologi. Dugaan yang mengatakan bahwa Victoria’s Secret hanya mengambil hal-hal visual dan tidak memerhatikan makna dibaliknya tentu sangat beralasan, dan juga sangat bisa dibuktikan. Kasus paling fenomenal sepanjang sejarah Victoria’s Secret Fashion Show yaitu kasus hiasan kepala yang Karlie Kloss gunakan pada segmen Calendar Girls di Victoria’s Secret Fashion Show 2012.
Hiasan kepala yang digunakan tidak lain dan tidak bukan adalah warbonnet milik masyarakat Indian yang merupakan simbol kehormatan dan keberanian yang hanya digunakan oleh pemimpin dan prajurit. Setiap bulu di hiasan kepala tersebut memiliki arti dan didapatkan melalui perilaku khusus yang berani. Pada masa yang lebih modern, para pemimpin suku asli Amerika ini mendapatkan warbonnet dengan perayaan dan diiringi oleh doa dan nyanyian. Kemudian bayangkan jika hiasan kepala tersebut digunakan begitu saja oleh seorang model pada fashion show pakaian dalam, siapa yang tidak marah? Pada salah satu interview, Erny Zah sebagai juru bicara Navajo Nation mengatakan “Any mockery, whether it's Halloween, Victoria's Secret — they are spitting on us. They are spitting on our culture, and it's upsetting.” Pihak Victoria’s Secret dan Karlie Kloss sudah meminta maaf dan mengatakan bahwa mereka tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun, bagian Karlie Kloss ini juga akhirnya tidak ditampilkan dalam penayangan Victoria’s Secret Fashion Show 2012.
Pada kasus selanjutnya, hal tersebut kurang lebih terulang kembali. Pada segmen Nomadic Adventure di Victoria’s Secret Fashion Show 2017, Nadine Leopold menggunakan hiasan kepala yang bentuknya terlihat seperti warbonnet suku Indian yang menjadi dasar kontroversi hiasan kepala yang dikenakan Karlie Kloss dahulu. Memang tidak sepenuhnya sama, namun mirip. Kemiripan yang tidak sama ini mungkin terjadi agar kasus Karlie Kloss tidak terulang, namun tetap saja kontroversi datang. Yang lebih parah, segmen Nomadic Adventure dikatakan terinspirasi oleh budaya masyarakat asli Afrika dengan tujuan untuk menampilkan keindahan, warna yang tegas, dan motif asli yang memasukkan unsur animal prints sebagai gambaran dari kehidupan masyarakat Afrika, namun nyatanya, outfit yang dikenakan oleh para model terlihat terinspirasi oleh budaya masyarakat asli Amerika. Jika sudah begini, masalah bukan lagi hanya mengenai apropriasi budaya, namun penyampuran unsur budaya.
Merendahkan model-model kulit berwarna
Masalah besar terjadi pula pada Victoria’s Secret Fashion Show 2010. Satu dari enam segmen yang ditampilkan berjudul Wild Things, dimana semua masalah pada perhelatan tahun ini berpusat. Sebelum membahas Wild Things, perlu dicatat bahwa masalah rasisme di industri fashion zaman dahulu sangatlah tidak manusiawi. Model dengan kulit berwarna hampir tidak ada keberadaannya, jika ada pun mereka hanya digunakan sebagai properti atau aksesoris ketika model-model kulit putih menjadi bintang utamanya. Pada kasus lain, model-model dengan kulit berwarna biasanya hadir dengan pakaian bermotif binatang. Dapat dikatakan, pada zaman dahulu model kulit berwarna tidak diperlakukan sebagai manusia. Tahun 2010, ketika seharusnya semua telah berubah dan pemikiran manusia sudah jauh lebih terbuka, perlakuan tidak manusiawi tersebut kembali terjadi. Dari sekian banyak tempat, kejadian ini terjadi di Victoria’s Secret Fashion Show. Pada 2010, dari 34 model yang tampil 6 diantaranya adalah model kulit berwarna, dan semua tampil pada segmen Wild Things yang sesuai judulnya, bertemakan binatang dan alam liar. Selain pakaian dalam (pastinya), unsur-unsur yang menunjang keliaran alam ditampilkan yaitu latar dibuat seperti di hutan, body paint ‘khas’ masyarakat adat, pakaian dalam dan segala aksesoris bermotif binatang, sampai musik dan penari ‘khas’ masyarakat adat.
Miak Kanatisse pada laman The Grio mengungkapkan, “When someone sticks all the models of color into a segment called “wild things” it just subliminally reinforces the racist rule that all non-European cultures are abnormal, odd, wild, and deserving of any and all exoticism. It comes off culturally insensitive and pandering, a cheap way of feeling ethnic and diverse without contributing anything concrete.” Memang sangat disayangkan, Victoria’s Secret Fashion Show sejak dahulu diminta untuk lebih beragam dan tidak hanya berisi model-model kulit putih, namun ketika keberagaman tersebut coba diciptakan, Victoria’s Secret tidak bisa melakukannya dengan tepat. Yang membuat masyarakat lebih marah, pada Victoria’s Secret Fashion Show 2010 juga terdapat segmen Country Girls yang dihadirkan sebelum segmen Wild Things. Pada segmen Country Girls, hampir semua model yang tampil merupakan model kulit putih. Nuansa segmen ini juga berbanding terbalik dengan nuansa segmen Wild Things, dimana latar dibuat seperti di daerah pedesaan Amerika, model-model dengan tenang dan anggun berlenggak-lenggok dengan iringan musik country yang menenangkan. Dua segmen ini seakan mewakilkan dua kubu ras yang sangat bersebrangan.
Model yang seharusnya dan tidak seharusnya mengenakan outfit bertema kultural
Masalah apropriasi kultural memang tampak sepenuhnya berpusat pada desain pakaian, namun sebenarnya pemilihan model yang tidak tepat juga turut memperparah keadaan. Pada kebanyakan kasus, kata apropriasi kultural terucap karena suatu budaya ditampilkan dan tidak direpresentasikan oleh orang yang memiliki budaya tersebut. Sehingga masyakarat yang memiliki merasa diejek karena budayanya digunakan semena-mena oleh orang luar. Hal ini juga berlaku pada beberapa kasus apropriasi kultural di Victoria’s Secret Fashion Show. Sebut saja pada kasus hiasan kepala Karlie Kloss di Victoria’s Secret Fashion Show 2012 yang telah dibahas sebelumnya, kenyataan bahwa Karlie Kloss merupakan seorang kulit putih menjadi permasalahan besar. Bagaimana tidak, suku Indian yang merupakan penduduk asli Amerika keberadaannya tergusur dan tertindas dengan kedatangan bangsa kulit putih Eropa berabad-abad lalu. Kemudian di era modern, seorang kulit putih berbalut pakaian dalam berparade menggunakan warbonnet yang merupakan hal sakral masyarakat Indian. Tentulah masyarakat adat marah. Namun jika warbonnet tersebut digunakan oleh model dengan darah Indian-pun, apropriasi kultural tetaplah apropriasi kultural, hanya saja kontroversinya mungkin tidak akan sebesar ketika Karlie Kloss memakainya.
Kemudian pada kasus segmen The Road Ahead pada Victoria’s Secret Fashion Show 2016, dapat dikatakan masalah utama terletak pada pemilihan model untuk mengenakan outfit bernuansa China yang salah. Segmen pembuka Victoria’s Secret Fashion Show 2016 ini menampilkan Elsa Hosk yang dilingkari kostum naga, Adriana Lima yang menggunakan sepatu dengan motif naga, juga Kendall Jenner yang menggunakan sayap dengan aksen api dibawahnya. Segmen ini penuh dengan komentar negatif, seperti komentar yang mengatakan bahwa kostum naga yang digunakan Elsa Hosk itu jelek, segmennya sangat rasis, sampai komen yang mengatakan bahwa budaya China yang konservatif digabungkan dengan pakaian dalam membuat segalanya menjadi slutty. Namun, ditengah beragam komentar negatif, ada pengecualian yang dibuat, yaitu untuk model berdarah China, Liu Wen dan Ming Xi yang juga tampil pada segmen The Road Ahead. Mereka mengatakan bahwa outfit yang dikenakan oleh Liu Wen dan Ming Xi tepat untuk menampilkan budaya China. Beberapa menganggap outfit yang mewakili budaya China harus dipakai oleh model-model berdarah China agar tidak terlihat apropriatif. Jadi, mungkin akan sangat jauh lebih baik jika outfit-outfit bernuansa budaya China lebih banyak dipakai oleh model berdarah China juga.
Kesimpulannya, dengan terus berulangnya kasus apropriasi kultural di Victoria’s Secret Fashion Show, Victoria’s Secret sebagai penyelenggara tidak belajar dari kesalahan-kesalahan besar yang telah dilakukan. Permintaan maaf yang berulang kali diucapkan seakan hanya kata-kata tidak bermakna yang mudah dilupakan. Victoria’s Secret juga tidak mempertimbangkan desain-desain bertema budayanya lebih dalam. Memang desain yang mengangkat suatu kebudayaan indah dan unik, namun hal ini sangat sensitif. Banyak sekali yang harus dipertimbangkan ketika hendak membawakan suatu budaya, terutama budaya milik orang lain. Hal-hal seperti kepantasan, perizinan, dan pemaknaan seharusnya juga sama penting dengan desain outfit yang akan ditampilkan. Kebudayaan lebih dari sekadar keindahan dan bahan pertunjukan.
Solusi yang dapat saya berikan hanya satu: jangan membawa aspek kebudayaan pada Victoria’s Secret Fashion Show atau fashion show manapun lagi. Karena meskipun persiapan telah matang dan segala pertimbangan telah dilakukan, apropriasi kultural tetaplah apropriasi kultural. Saya yakin para desainer kelas dunia dari Victoria’s Secret maupun fashion house lain memiliki kreatifitas tanpa batas dan mampu membawa tema-tema lain yang jauh lebih ‘aman’ untuk dibawa ke fashion show dan dikomersilkan.
Referensi
Anderson, Mary. 2017. “20 times Victoria's Secret put cultural appropriation on the runway.” Revelist. Accessed September 27, 2018. http://www.revelist.com/style-trends/victorias-secret-cultural-appropriation/10413/it-wasnt-just-the-asianinspired-outfits-causing-outrage-though-there-were-random-tribal-references-that-didnt-seem-to-have-a-clear-message/6
Dykes, Allanah. 2017. “Cultural Appropriation At The Victoria’s Secret Fashion Show 2017 Is Called "Nomadic Adventure."” Elite Daily. Accessed September 27, 2018. https://www.elitedaily.com/p/cultural-appropriation-at-the-victorias-secret-fashion-show-2017-is-called-nomadic-adventure-6526587
Edwards, Jim. 2010. “Fashion's Race Problem Is Back: Victoria's Secret Relegates Black Models to Tribal Skit.” Money Watch. Accessed September 27, 2018. https://www.cbsnews.com/news/fashions-race-problem-is-back-victorias-secret-relegates-black-models-to-tribal-skit/
Edwards, Jim. 2012. “RACE AT VICTORIA'S SECRET: A Brief History.” Business Insider. Accessed September 27, 2018. https://www.businessinsider.com/racism-at-victorias-secret-a-brief-history-2012-11/?IR=T
Harpers Bazaar. 2017. “Victoria's Secret is being accused of cultural appropriation yet again.” Accessed September 27, 2018. https://www.harpersbazaar.com/uk/fashion/fashion-news/a13880726/victorias-secret-cultural-appropriation-native-american/
Matery, Avera. 2016. “Victoria's Secret Accused of Cultural Appropriation for VS Show 2016 Costumes.” Teen Vogue. Accessed September 27, 2018. https://www.teenvogue.com/story/victorias-secret-fashion-show-cultural-appropriation-chinese-vs-show-2016
Miakkanatisse. 2010. “Why did Victoria’s Secret brand black models ‘wild things’?” The Grio. Accessed September 27, 2018. https://thegrio.com/2010/12/06/why-did-victorias-secret-brand-black-models-wild-things/
Nicholas, George. 2017. “Victoria’s Secret does it again: Cultural appropriation.” The Conversation. Accessed September 27, 2018. https://theconversation.com/victorias-secret-does-it-again-cultural-appropriation-87987
Pan, Yiling. 2016. “How Chinese Consumers Reacted to Dragons on the Runway at the Victoria’s Secret Fashion Show.” Jing Daily. Accessed September 27, 2018. https://jingdaily.com/how-chinese-consumers-reacted-to-dragons-on-the-runway-at-the-victorias-secret-fashion-show/
Stechyson, Natalie. 2017. “Victoria's Secret Appropriates Indigenous Culture, Yet Again, In Fashion Show.” Huffpost. Accessed September 27, 2018. https://www.huffingtonpost.ca/2017/11/22/victorias-secret-cultural-appropriation_a_23285423/
Wang, Helen H. 2016. “China's Millennial Consumers: What Victoria's Secret Got Wrong, And Nike Got Right.” Forbes. Accessed September 27, 2018. https://www.forbes.com/sites/helenwang/2016/12/22/chinas-millennial-consumers-what-victorias-secret-got-wrong-and-nike-got-right/#3ed51be15f18
Comments