top of page

Cerita Seorang Feby Gyosunim: Korea dan Sekelumit Kisahnya Menggapai Asa hingga ke Negeri Ginseng

By: Muhammad Dian Saputra Taher & Galang Dwi Putra

Bu Feby semasa kuliah S2 (Dok. Pribadi)

Siang itu, 23 November 2018, cuaca cukup cerah walaupun tidak sepenuhnya sinar mentari terpancarkan ke bumi Jogja. Biasanya di waktu-waktu tersebut hujan mulai mengguyur Jogja, memang di bulan-bulan penghujung tahun seperti ini Jogja sedang berada pada musim penghujan. Angin semilir memberikan suasana sejuk juga menambah rasa sedikit nervous. Karena untuk pertama kalinya kami meminta kesediaan seorang dosen dari salah satu jurusan yang sangat terkenal saat ini baik di UGM maupun se-Indonesia, bahkan tingkat persaingannya jauh melampaui jurusan Kedokteran, untuk berbagi pengalaman hidupnya. Pada kesempatan kali ini, kami akan banyak membahas lika-liku kehidupannya terlebih selama mendapatkan beasiswa hingga menjadi seorang dosen termuda di tempat ia mengajar.


Korean Pop (K-Pop), Drama Korea (Drakor), makan yang disiarkan (Mukbang), dan sebagainya merupakan hal-hal yang sedang booming pada akhir-akhir ini. Siapa yang tidak kenal dengan tren tersebut, banyak orang menyukai bahkan “menggilai” fenomena kekinian dari Negeri Ginseng itu. Korea Selatan dikenal dengan keindahannya, idol group-nya yang fenomenal, drama Korea yang membuat banyak orang terlena, dan juga dengan kualitas pendidikannya yang tidak diragukan. Begitu juga yang dirasakan oleh Febriani Elfida Trihtarani, ia pernah mendapatkan pengalaman yang luar biasa dari kegemarannya terhadap Korean Wave itu.


Sekitar pukul 14.00 WIB kami masuk di Ruang 626 Gedung Soegondo FIB UGM. Wajah yang selalu tampak ceria menyambut kedatangan kami, Bu Feby duduk di meja kerjanya sambil mengutak-atik laptop dan ada sebuah buku berbahasa Korea yang dipegangnya. Seorang Bu Feby yang begitu hangat menyambut kami, benar-benar menghilangkan perasaan gugup yang mendera kami sedari tadi. Percakapan siang menjelang sore itu dimulai dengan suasana yang nyaman dan santai. Bu Feby membagikan kisahnya sesuai dengan apa yang kami tanyakan. Sambil mengetuk-ngetukkan jari-jemarinya di atas meja, Bu Feby terus bercerita mengenai kehidupannya dari kecil hingga menjadi seorang dosen.


Awal Kisah

Tidak banyak memang cerita yang dibagikan oleh Bu Feby kepada kami, namun kami mencoba untuk mengemas apa yang disampaikannya menjadi sebuah tulisan yang memberikan reading experience tersendiri ketika orang lain membacanya. Feby, begitulah panggilan akrabnya, seorang wanita yang lahir di Bandung, 8 Februari 1991, tepat 27 tahun yang lalu. Bu Feby merupakan seorang staf pengajar (Dosen) Program Studi Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Bu Feby diangkat menjadi seorang dosen tepat setahun yang lalu setelah kepulangannya dari Korea Selatan. “Hanya empat hari saya beristirahat di rumah, pas Idul Adha, Sabtu, Minggu, Senin, dan Selasa saya langsung mengajar. Karena waktu itu sudah dua atau tiga minggu mulai kegiatan perkuliahan dan saya mengajar empat kelas” terang Bu Feby. Pada saat itu, posisi Bu Feby masih dalam status magang dan baru diangkat menjadi dosen tetap pada awal tahun 2018 bersamaan dengan beberapa dosen FIB lainnya.


Seorang Feby, semasa SD sering berpindah-pindah sekolah. Awalnya masuk bersekolah di Jember, namun selama di sana Bu Feby pindah sekolah sebanyak dua kali. Hingga akhirnya pindah bersama keluarga ke Solo/Surakarta dan hingga tamat bersekolah di SD Cemara 2 Surakarta. Kemudian, Bu Feby melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 4 Surakarta dan pada jenjang akhir di SMA Negeri 1 Surakarta dengan mengambil jurusan IPA. Kegemarannya terhadap hal-hal yang berbau Korea sudah sejak lama, bahkan menjadi salah satu faktor pertimbangan yang kuat ketika Bu Feby memilih jurusan di Perguruan Tinggi. “Saya IPA berjiwa IPS. Karena teman-teman pada di IPA semua, ah...yo wes lah, aku gak pindah ke IPS. Saya itu suka K-Pop, terus suka banget sama boyband-boyband begitu. Kemudian, saya tertarik mempelajari bahasanya. Pada akhirnya, saya belajar sendiri awalnya saat SMA. Ternyata ada jurusan Bahasa Korea di UGM, terus saya coba karena waktu itu gak terlalu banyak orang yang tahu dan alhamdulillah masuk” cerita Bu Feby dengan ekspresinya yang tertawa sendiri. Hingga akhirnya, Bu Feby menggapai apa yang diimpikannya sejak lama dan berpindah kembali dari Solo ke Yogyakarta untuk berkuliah.


Selama berkuliah di jurusan Bahasa Korea UGM, Bu Feby merasa sangat enjoy menikmati materi-materi perkuliahan yang ada. Sebab, sebelumnya memang sudah belajar otodidak bahasa Korea sejak SMA sehingga di UGM tinggal memperdalam ilmu dan penerapannya saja. Selain itu, Bu Feby juga suka mempraktikkan ilmu yang didapatnya ketika sedang menonton drama Korea. Ketika tidak disuruh pun, Bu Feby sering melakukan preview, review, ataupun hal lainnya mengenai pembelajaran Bahasa Korea sehingga tidak pernah merasa terbebani dengan tugas-tugas yang diberikan. Berbicara kendala yang dialami, Bu Feby merasa tidak terlalu banyak yang dirasakan. “Paling cuma teman-teman biasalah drama-drama gitu” pungkas Bu Feby.


Semasa kuliah, Bu Feby juga aktif dalam pengembangan diri dan memiliki prestasi yang luar biasa. Ia mengikuti kelompok Tari Buchaecum yang merupakan tari asal Korea Selatan. Bu Feby juga pernah mendapatkan penghargaan dalam ajang perlombaan speech contest bahasa Korea. Hal yang luar biasa baginya semasa kuliah ialah terpilih menjadi salah satu delegasi Indonesia dan satu-satunya dari UGM dalam pertukaran budaya ke Korea Selatan selama 11 hari melalui kerja sama dengan Daejon University. Semua biaya program yang diterima Bu Feby ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyelenggara. “Kita kemana-mana, gak Cuma di Daejon saja, tapi tetap ada kelas di sana tentang politik dan hal-hal Korea begitu. Terus kita juga ke Seoul dan jalan-jalan ke daerah wisatanya” kata Bu Feby senyum-senyum. Mungkin dia juga sambil mengingat kembali pengalaman berharganya itu yang merupakan pertama kali bagi Bu Feby menginjakkan kaki di Negeri Ginseng impiannya.


Dulu awalnya saat mengerjakan skripsi saya merasa ya ampun academic paper itu susah banget. Terus kayak gak mau ah S2, tapi ternyata kadang kalau kita benci itu malah jadi kenyataan”. Itulah statement Bu Feby yang mengantarkan hingga pada akhirnya mengambil keputusan untuk meneruskan lanjut ke jenjang S2. Akan tetapi, alasan terkuatnya adalah saran dari pembimbing skripsi Bu Feby yang menyuruh untuk lanjut studi ke Korea agar dapat merasakan pengalaman tinggal di sana dan mengenyam pendidikan terbaik tentang studi bahasa Korea langsung di negara asalnya. Selain itu, masih belum banyak yang mengambil studi di bidang sastra, bahkan belum ada khususnya untuk prodi Bahasa Korea di UGM. Hingga akhirnya, Bu Feby menyepakati kontrak dengan prodi Bahasa Korea untuk menjadi staf pengajar sekembalinya dari studi S2 di Korea Selatan. Namun, sampai detik itu Bu Feby belum mendapatkan kepastian untuk dapat berkuliah di Korea Selatan, baik melalui skema beasiswa ataupun yang lainnya.

Sejuta Kisah di Korea Selatan

Selepas lulus pada Februari 2013 silam, sambil menyiapkan wisuda, pada saat itu sedang dibukanya KGSP (Korean Government Scholarship Program) yang merupakan program beasiswa fully funded dari Pemerintah Korea langsung, Bu Feby iseng mendaftar dan menyiapkan application requirements. Dari keisengan tersebut, Bu Feby dinyatakan lulus persyaratan dan akhirnya dipanggil ke Kedutaan Korea Selatan di Jakarta untuk mengikuti tahap wawancara dan seterusnya. Proses dari semua itu memakan waktu kurang lebih satu semester atau setengah tahun. Hingga akhirnya, Bu Feby dinyatakan lulus sebagai salah satu dari sepuluh orang penerima beasiswa KGSP via kedutaan dari Indonesia. Bu Feby diterima di jurusan Korean Modern Literature di Seoul National University (SNU) yang merupakan universitas nomor satu di Korea Selatan. Sebuah prestasi yang luar biasa, karena tidak banyak dan cenderung sangat susah untuk diterima sebagai mahasiswa di SNU karena persaingannya yang super ketat bahkan bagi kalangan orang Korea itu sendiri.


Selama Bu Feby menjalankan studi S2 di Korea, banyak sekali suka duka yang dialaminya. Beasiswa KGSP yang diterima Bu Feby mempunyai keharusan untuk menetap selama 3 tahun di Korea Selatan, karena 1 tahun pertama digunakan untuk belajar bahasa Korea dan 2 tahun sisanya untuk studi S2. Pada saaat dinyatakan lolos beasiswa mendapatkan TOPIK (Test on Proficiency in Korean) level 3, Bu Feby harus menjalankan 1 tahun pembelajaran bahasa Korea di Chonnam National University yang letaknya di Gwangju, padahal jika mendapatkan TOPIK level 5 bisa mengambil program bahasa hanya setengah tahun sehingga lama studi menjadi lebih singkat. Akan tetapi, Bu Feby memaknainya sebagai sebuah rezeki, karena pada masa 1 tahun itulah ia menggelari masanya sebagai “best time in the world”. Bu Feby bisa mencoba banyak hal baru, berkeliling bersama teman-teman, menonton banyak drama Korea, menonton film di bioskop, bertemu keluarga Korea yang sampai sekarang masih sering kontak-kontakan, dan dapat mengeksplor lebih banyak lagi aktivitas-aktivitas seru lainnya. Hal tersebut dapat dilakukan karena jadwal belajar bahasa Bu Feby hanya dilakukan dari siang sampai sore di kelas advanced. Sedangkan bagi beginner, jadawalnya berlangsung dari pagi hingga siang.


Setahun kemudian, Bu Feby pindah ke Seoul untuk memulai studi S2 di SNU. Ia merasa perbedaan yang luar biasa antara budaya di Gwangju dan Seoul serta sempat mengalami culture shock. Mahasiswa di SNU sangat berbeda sekali dengan mahasiswa Chonnam National, semuanya dingin dan terkesan sangat ambisius dalam belajar. Hal ini membuat Bu Feby merasa terbebani dan merasa down dengan hal-hal tersebut, terlebih jurusan yang diambil Bu Feby tergolong jurusan yang berat di kampusnya. “Satu semester pertama itu saya down, dan gak pernah saya merasa se-down dan separah itu. Jadi kalau saya boleh blak-blakan, saya gak nangis satu hari itu rekor. Tugas yang diberikan itu sangat susah, ngerjain begini salah, begitu salah, pokoknya serba susah. Saya jadi ingin ganti jurusan”. Begitulah sekiranya duka yang dialami Bu Feby di awal ia memulai perkuliahannya di Sastra Modern Korea. Bahkan, Bu Feby sempat menghubungi koordinator wilayah untuk meminta ganti jurusan kuliahnya pada sekitar bulan September hingga pertengahan November 2014.

Selama empat tahun tinggal di Korea Selatan, Bu Feby masih menyempatkan pulang ke Indonesia dengan perkiraan hitungan satu tahun sekali. Hal itu dilakukan demi melepas rindu bersama keluarga dan sebagai ajang refreshing diri dari hiruk pikuk dunia perkuliahan. Hal yang paling berharga dan tidak bisa dilupakan selama berkuliah di Seoul National University adalah ketika seorang Bu Feby mendapatkan izin untuk mempresentasikan hasil tesisnya. Kerja keras yang telah lama ia lakukan benar-benar membuahkan hasil yang manis. Pada akhirnya, Bu Feby mempresentasikan tesisnya di hadapan 4 orang dosen dan setelah itu ia dinyatakan lulus dari studi S2 yang telah dia geluti cukup lama. Rasa haru dan bangga menyelimuti wisuda dari Bu Feby. Berbeda dengan di Indonesia, wisuda di Korea tidak terlalu seheboh di Indonesia. Upacara sakral berbalut kesederhanaan menghiasi hari dilepasnya Bu Feby secara resmi sebagai mahasiswa SNU. Setelah itu, Bu Feby kembali ke Indonesia untuk memulai kehidupan barunya sebagai staf pengajar di Prodi Bahasa Korea UGM, karena sebelumnya memang sudah menandatangani kontrak perjanjian.

Sosok Feby Gyosunim

Bu Feby memiliki tipe karakter yang menyenangkan, punya selera humor yang baik, sosok yang ceria, dan sangat menyukai kerapian. Selain itu, kegiatan favorit dari Bu Feby ialah membaca dan menulis. Penulis favoritnya adalah JK Rowling dan Carlos Ruiz Zafon. Bu Feby juga aktif menulis di blog sebagai tempat menyalurkan hobinya. Selama perbincangan siang itu, Bu Feby menyampaikan kisah hidupnya dengan selingan beberapa humor yang menghidupkan suasana di antara kami. Nada bicaranya yang cepat dan lantang, membuat kami sangat fokus untuk menjelaskan apa yang ia sampaikan kata demi kata.


Bu Feby adalah sosok yang periang. Ia mengatakan bahwa tidak pernah marah kepada murid-muridnya. Ketika ia marah, yang dilakukan hanyalah diam tanpa mengeluarkan emosi tersebut di depan para mahasiswanya. Seorang Feby juga adalah sosok pekerja keras, terlihat saat ia bercerita masa-masa kuliahnya yang sangat penuh perjuangan, khususnya selama studi S2 di Korea Selatan. Butuh kerja keras untuk menyelesaikan banyak tugas dan tesis akhir. Karena, tipikal orang Korea yang bisa dikatakan sangat “ngambis” membuat Bu Feby terpacu lebih untuk bisa menyamai mereka.

Kembali Belajar

Sekelumit ulasan dari perjalanan seorang Feby mengajarkan kepada kita kalau menyukai hal-hal yang berbau Korea itu bukan hal yang “lebay” dan salah. Tetapi, seorang Bu Feby bisa membuktikan diri dari seorang K-Popers di masa SMA bisa mendapatkan studi di Korea Selatan hingga menjadi seorang dosen di jurusan tempat ia dulu belajar untuk pertama kalinya secara formal mengenai ke-Korea-an yang digemarinya. Sejauh apa pun kita belajar, maka kembali untuk mengabdi kepada negara ini merupakan keputusan yang luar biasa. Dengan mentransfer ilmu yang didapat selama belajar di luar negeri memberikan pemahaman tersendiri bagi mereka yang mendapatkan ilmu tersebut, karena budaya yang sangat kompetitif di luar sana dapat menyuntik para mahasiswa Indonesia untuk tidak mau kalah dengan mereka yang di luar sana.


Pesan dari seorang Bu Feby, bahwa belajar bahasa Korea adalah untuk siapa saja, bukan hanya untuk perempuan, tetapi laki-laki pun tidak salah. Stigma yang buruk terhadap para laki-laki yang tertarik untuk studi Korea adalah mereka yang tidak paham akan peluang yang besar dari studi tersebut. Sebagai staf pengajar termuda di jurusannya, Bu Feby membawa suasana tersendiri bagi keberlangsungan pengajaran di jurusan Bahasa Korea UGM. Selanjutnya, Bu Feby telah memiliki planning untuk meneruskan studinya ke jenjang S3.


Sekarang, ia telah memulai untuk mempersiapkan segalanya, mengingat studi S3 merupakan studi tingkat akhir yang butuh mental dan fisik yang kuat untuk menerima segala dinamika di dalamnya. Ditambah lagi Bu Feby memiliki keinginan untuk kembali melanjutkan studinya itu ke Negeri Ginseng. Berarti Bu Feby sudah siap dengan segala risiko dan tantangan yang ada. Bu Feby selalu memberikan inspirasi kepada mahasiswa lewat klub sastra yang dibuatnya untuk menaungi mahasiswa jurusan Bahasa Korea yang memiliki minat dan ketertarikan yang sama dengan dirinya. Harapannya ia dapat membagikan ilmu yang diperolehnya lebih intensif dan dapat saling mengakrabkan diri dengan para mahasiswa.

A never ending dream leads you to the greater stage of imagination, and to make that dream comes true you have to try and strive to bring the best of you.

Live your dream. - Febriani Elfida Trihtarani.

Kommentarer


Subscribe

LOGO UGM.jpg
LOGO KEMANT.jpg

Gd. R. Soegondo lt. 5 FIB UGM
Jl. Sosiohumaniora No. 1
Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Crafting Ethnography 

Departemen Antropologi FIB-UGM

  • Twitter

©2018 'Crafting Etnography' Creative Team

bottom of page