top of page
Writer's pictureAli Akbar Muhammad

Jajang Agus Sonjaya A.K.A Bambubos

Penulis: Ali Akbar Muhammad Al Hasani, Iga Rasyid Mulya


Jajang Agus Sonjaya (dengan latar karyanya) sumber: facebook, Jajang Agus Sonjaya.

Jajang, Karir, dan Bambubos.

Jajang Agus Sonjaya, 46 tahun, adalah pendiri sekaligus pemilik dari Bambubos yang berkantor di daerah Maguwo Yogyakarta. Sebuah perusahaan kontraktor bangunan yang bergelut di bidang konstruksi bangunan, namun tidak seperti kontraktor bangunan lain (berfokus pada konstruksi bambu). Menurut Jajang Bambubos lahir untuk mengangkat kembali citra dan nilai bambu yang telah pudar agar bisa bermanfaat bagi penghidupan, baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Bambu memiliki stigma bahan bangunan murah sehingga dihindari penggunaannya karena dianggap sebagai cerminan dari masyarakat miskin, padahal bambu memiliki manfaat yang sangat besar untuk kehidupan manusia, dalam daur budaya hidup manusia di indonesia tidak lepas dari bambu, bambu digunakan untuk memotong ari-ari bayi yang baru lahir, bambu juga digunakan untuk sunat, bahkan bambu juga digunakan untuk menutup jenazah orang mati sebelum dikubur dalam tanah. Manfaat bambu juga sangat besar untuk lingkungan, bambu dapat menyimpan air hingga 5000 liter dalam jangkauan akarnya, sehingga tidak heran apabila rumpun bambu di kawasan gunung merapi dibabat maka Sumber sumber air di kawasan kalasan dan klaten ikut kering.


Dalam mengembangkan pohon bisnis, Bambubos memegang prinsip “memberi dan menerima”. Selain menerima manfaat bambu sebesar-besarnya, Bambubos juga berusaha memberi pada masyarakat dan lingkungan secara seimbang. Selain sebagai boss dan pendiri dari Bambubos, Jajang juga aktif pada kegiatan riset bambu dan riset lingkungan, sehingga Jajang juga diakui sebagai salah satu ahli bambu yang ada di Indonesia, riset yang dilakukan Jajang bukan hanya untuk mengantarkan usahanya semakin berkembang, tetapi juga untuk mengantarkan masyarakat menuju sejahtera, bagaimana tidak? Usaha yang digelutinya sebenarnya adalah sebuah ekosistem, dimana usahanya tidak dapat berjalan apabila ekosistem ini terganggu. Untuk memasok bambu yang dibutuhkannya, Jajang mengajak para petani di daerah-daerah tidak hanya di pulau jawa tetapi juga sampai Flores Maluku bahkan Papua untuk memanam bambu. Jajang juga memberikan pelatihan kepada para petani untuk bisa menghasilkan bambu dengan kualitas yang baik guna memenuhi kebutuhan pasar, dan juga memeberikan pemasukan tambahan yang menjanjikan untuk petani, bahkan bisa dijadikan sebagai usaha utama yaitu sebagai pengolah tanaman bambu karena memiliki nilai jual yang tinggi.


Bambu yang dihasilkan oleh perusahaan milik Jajang ini tidak seperti bambu yang dijual dipasaran, karena bambu dari Bambubos ini telah melewati proses pengawetan untuk menghilangkan sari pati yang akan dimakan rayap dan kumbang, sehingga awet bahkan hingga 70 tahun. Kegiatan usaha yang dilakukan Bambubos adalah pembibitan bambu dan penjualan bibit bambu, pengawetan bambu dan penjualan bambu awet, rekayasa bambu untuk konstruksi, kerajinan, instalasi seni, laminasi, dan lain sebagainya, konsultan di bidang perbambuan, penelitian dan pengembangan bambu.


Putra pertama dari pasangan Dudung Masduki dan Ny Opi Sopiah ini sebenarnya sama sekali tidak memiliki dasar pendidikan mengenai konstruksi bangunan, maupun arsitektur, malahan Jajang adalah seorang arkeolog. Jajang kecil tinggal di Jalan Ramajaksa, Lingkungan Sidapurna, Kelurahan Purwawinangun, Kecamatan Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Riwayat pendidikan Jajang adalah SDN 2 Purwawinangun, SMP Negeri 1 Kuningan, dan SMA Negeri 2 Kuningan. Ketika semasa SMA inilah Jajang ikut dalam kelompok pecinta alam Smandarikal dan mulai menyukai kegiatan yang besinggungan dengan alam, dirinya sering bahkan bisa dibilang rutin untuk mendaki Gunung Ciremai tiap bulannya, yaitu pada bulan purnama, karena menurutnya ketika bulan pernama jarang turun hujan dan langit cerah sehingga dapat menikmati setiap langkah yang dilalui di sana. Jajang juga tertarik kapada sejarah terutama kebendaaan, dari situlah membawa Jajang untuk belajar sejarah lebih dalam lagi tanpa meninggalkan kecintaannya kepada alam.


Setelah menyelesaikan pendidikannya di jenjang SMA Jajang hijrah menuju Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikannya, tidak jauh dengan alam Jajang melanjutkan di Arkeologi Universitas Gadjah Mada, disini Jajang juga tergabung dalam mahasiswa pecinta alam Kapalasastra. Pada saat kuliah inilah kecintaanya kepada alam dan sejarah bertemu, dan irisan dari kedua cintanya ini adalah bambu. Jajang serius untuk menggeluti bidang bambu secara bertahap hinga sekarang menjadi salah seorang ahli bambu yang ada di Indonesia. Ketika kuliahnya selesai di tahun 1999, Jajang langsung diminta untuk mengajar sebagai dosen di Arkeologi UGM. Riset intensif tentang bambu dimulai sejak 2000. Jajang menginisiasi sekolah lapangan bambu di desa-desa. Warga diajari budi daya bambu, seperti pembibitan dan menanam. Dari 2000-2003 Jajang murni menjadi aktivis bambu untuk konservasi. Pada 2000-an, semua yang dilakukan berdasarkan hobi dan kepedulian terhadap konservasi lingkungan. Misalnya, ketika ada orang yang menghubungi ingin membuat community center, Jajang menyanggupi dan membuatkannya. Kegiatan yang dilakukan saat itu ada juga yang menggunakan dana hibah. Karena saat itu hobi Jajang tidak pernah memperhitungkan untung rugi. Kemudian mulai tahun 2003 dia bersama teman bule bernama Ben Brown mulai menggeluti bambu sebagai bahan ramah lingkungan, hingga mereka pun bersepakat membuat Yayasan Hutan Biru.


Jajang dan Yayasan yang dibangunnya. sumber: facebook, Jajang Agus Sonjaya.

Peralihannya dari idealisme menjadi kecintaan berpadu dengan bisnis terjadi sejak 2006. Berawal pada 2006, setelah terjadi gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Saat itu banyak yang menghubungi Jajang untuk mendapatkan bambu. CV Rumpun Bambu Nusantara alias Bambubos pun kemudian dirintis. Jajang mencatat modal awalnya untuk bisnis Bambubos yang dimulai 2006 sekitar Rp450 juta yang didapat dari hibah dan dana dari individu-individu. Saat memulai usaha tersebut Jajang tidak merasa ada kendala karena dari modal tersebut Jajang dapat berproduksi dan menghasilkan keuntungan bersih sekitar Rp400 juta. Dari modal dan keuntungan tersebut, Jajang menggulirkan usahanya hingga sekarang. Bambu kemudian menjadi sumber nafkah yang menjanjikan. Bambubos lahir untuk mengangkat kembali citra dan nilai bambu yang telah pudar agar bisa bermanfaat bagi penghidupan, baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Bambubos pun kemudian dikelola profesional, dengan tetap berpegang pada isu lingkungan dan ekonomi kerakyatan. Ia menghindari betul praktik monopoli. Ia mengupayakan berbagi rezeki melalui bermitra dengan warga desa, dari penyediaan bibit, pengawetan hingga pasokan tenaga kerja. Jajang menyebut bentuk bisnis yang digelutinya ialah socioeco entrepreneur, lekat dengan pemberdayaan sosial masyarakat dan berbasis ekologi.


Berkembangnya bisnis bambu yang digeluti membuat Jajang harus meninggalkan pekerjaan sebagai dosen di Universitas Gadjah Mada yang digelutinya dari 1999 hingga beberapa tahun lalu. Ia memilih fokus pada bisnis bambu dan pemberdayaan masyarakat di bidang lingkungan, terutama di bidang bambu. Selain menjadi ahli di bidang bambu, Jajang ternyata masih konsisten dengan latar belakang pendidikannya sebagai seorang peneliti di bidang arkeologi sekaligus hobinya sebagai penulis. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah karya tulisannya yang sudah dibukukan seperti buku berjudul Pergulatan Identitas Dayak dan Indonesia, Melacak Batu Menguak Mitos, dan kumpulan cerpen Zanj, novel berjudul Manusia Langit serta buku Manajemen Pelatihan. Karya Jajang bersama anak buahnya di perusahaan Bambubos telah banyak dikenal tidak hanya di Indonesia, tapi hingga Asia Tenggara mulai dari rumah tinggal, jembatan, tugu jam dan yang kini tengah digarap adalah masjid bambu terbesar di Malaysia.


Saat ini selain mengurus perusahaan Bambubos, Jajang juga bekerja sebagai dosen di Instiper Yogyakarta inting mengajar tentang pentingnya penataan dan pengurusan perkebunan yang melestarikan alam secara berkelanjutan. Jajang juga aktif dalam menyuarakan beberapa kegiatan kampanye penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan tanpa merusak alam. Baru-baru ini Jajang bekerja sama dengan seorang arsitek yang peduli terhadap bangunan ramah alam, mereka bersama rekan-rekan Bambubos mengadakan pelatihan dan workshop Rumah MICROBA (Micro Bambu) di dieng dan diikuti oleh puluhan peserta. Ini merupakan sebuah aksi nyata dari ilmu arsitektur dalam menyediakan bangunan pemukiman yang ramah terhadap lingkungan alam dan hemat bahan baku. Pada dasarnya setiap bangunan adalah merusak alam, namun penerapan Microba ini dapat meminimalisir dampak dari kerusakan alam yang disebabkan oleh pembangunan pemukiman. Rumah Microba ini juga ramah terhadap barang baku yang ketersediaannya dapar berjalan secara berkelanjutan dan ketersediaan bahannya selalu terbarukan.


Rumah MIKROBA (mikro bambu) karya jajang berkolaborasi dengan Tsing (arsitek) di kawasan Dieng Wonosobo. sumber: facebook, Jajang Agus Sonjaya.

Kepribadian Jajang dan Kesehariannya


Jajang Agus Sonjaya dikenal sebagai pribadi yang baik dan menyenangkan, dan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain. Walaupun telah menjadi orang yang sukses dan pandai tidak merubah diri Jajang menjadi pribadi yang sombong, dirinya membuktikan dengan tetap menjadi anak yang sholeh dan patuh terhadap orang tua, juga menyayangi dan mengayomi adik-adiknya sampai sukses seperti sekarang ini. Jajang membiayai semua kebutuhan adiknya semasa sekolah dan kuliah sampai adik-adiknya memiliki pekerjaan dan dapat mandiri.


Jajang gemar membagi cerita dan pengalaman hidup lewat facebooknya. Disana, aktivitas kesehariannya dibagikan di timeline facebooknya mulai dari hobi, pekerjaan, hingga keluarganya. Apa yang Jajang posting di facebook, secara tidak langsung menginspirasi orang-orang. Menjadi seorang dosen atau pengajar, rupanya berangkat dari kecintaan dan rasa kagumnya terhadap ibundanya sendiri yang sangat periang dan suaranya yang lantang. Jajang berkata bahwa menjadi seorang guru adalah hal yang mengasyikkan karena bisa punya banyak anak dan berganti setiap tahun. Dari ibundanya yang seorang guru itu, Jajang mulai dikenalkan dengan banyaknya buku yang dibawa ibunya selepas pulang sekolah hingga membuat Jajang jadi suka membaca.


Kecintaan membaca tersebut menjadi modal dan pegangan Jajang hingga juga mengantarkan anak-anaknya untuk sama-sama menggemari kegiatan membaca yang sangat positif itu. Tak heran jika anaknya memilih untuk menjadi guru dengan mendaftarkan diri menjadi mahasiswa yang pendidikan di UNY. Boleh dibilang keluarga Jajang adalah keluarga guru yang Jajang sebut, Jajang mencintai hidupnya dengan mengajar. Dan Jajang pula mengajar dengan cinta dan keihklasan untuk sesama hingga dari kampung ke kampung untuk turut mengedukasi masyarakat. Jajang bilang bahwa ibunya pernah berkata menjadi seorang guru tidak akan bisa kaya. Untuk itu, Jajang harus memikirkan usaha lain agar hidupnya bisa sejahtera yakni dengan menjadi pengusaha bambu.


Selain dari kehebatan dan kisahnya yang sangat menginspirasi menjadi seorang guru, Jajang juga merupakan sosok laki-laki yang sangat penuh kasih sayang terhadap keluarganya terutama anak perempuannya. Hal itu bisa kita lihat begitu melihat timeline facebooknya yang banyak memperlihatkan kedekatan Jajang dengan Zee anak perempuannya. Kisahnya yang sangat manis itu, memperlihatkan Jajang adalah sosok pekerja keras yang banting tulang kesana kemari untuk penghidupannya, namun Jajang tetap mengingat bahwa keluarga adalah prioritas utama yang tidak bisa dikesampingkan.

Jajang, sosok yang menginspirasi untuk kita semua.

144 views0 comments

Comments


bottom of page