top of page
Writer's pictureDita Septianing Dyah

Kontroversi Warok dan Gemblak

Oleh: Dita Septianing Dyah


Apakah kalian cukup akrab dengan warok dan gemblak? Apakah ada kontroversi dari keduanya? Apakah gemblak disini dalam artian homoseksual atau terhormat? Itulah kenyataannya saat ini banyak presepsi-presepsi yang kurang jelas.


Sejarah Reog Ponorogo


Dilansir dari Penakecil.com

Reog Ponorogo adalah sebuah pertunjukan tarian yang dinamis dan atraktif. Dalam bukunya, (Jazuli, 1994) menjelaskan bahwa bentuk merupakan wujud dari sebuah tarian, sebuah tarian akan menemukan bentuk seninya apabila pengalaman batin pencipta maupun penarinya dapat menyatu dengan pengalaman lahirnya. Hal ini dapat dimaksudkan agar audiemce dapat tergerak dan bergetar emosinya atau dengan kata yang lebih sederhana penonton dapat terkesan setelah menyaksikan pertunjukan tari tersebut (Nugroho dan Purwanir, 2017).


Reog adalah salah satu budaya khas daerah yang terdapat di Indonesia dan masih sangat kental dengan berbagai hal yang masih berbau mistik serta ilmu kebatinan dari lakon reog yang kuat. Sejarah reog dimulai ketika tahun 1920-an. Reog Ponorogo ini berasal dari daerah Ponorogo, Jawa Timur. Biasanya, gerbang pada kota Ponorogo ini dihiasi pula oleh warok serta gemblak. Kedua sosok inilah yang ikut serta tampil pada kesenian reog tersebut disajikan.


Sejarah Warok


Dilansir dari Wikipedia.org

Warok merupakan tokoh kedua dalam tarian Reog Ponorogo. ‘Warok’ yang berasa dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik. Atau dalam istilah Jawa-nya, warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya dan sampai pada pengendapan batin). (https://m/merdeka.com/peristiwa/mengenal-falsafah-dan-sejarah-reog-ponorogo.html)


Dahulu kata Warok berarti besar. Seseorang disebut Warok jika ia sudah besar sekali wibawanya dan besar sekali kedudukannya dalam masyarakat. Ia disegani, dihormati. Warokan merupakan badan Wadhak dari jiwa besar yang Tangguh dan kuat pendiriannya, dirinya selalu memancar ilmu dan kesucian. Gambaran dari seluruh jiwa Warok diwujudkan dalam bentuk yang berperawakan tinggi, besar, berkumis, berjanggut panjang. Pada pipi dan dada tumbuh bulu hitam yang mengerikan. Ia memakai pakaian serba hitam. Menurut kepercayaan, hitam mengandung makna keteguhan. Lambing kesucian budi, tingkah dan ilmu (Hartono, 1980: 33).


Warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara yang baik dan jahat dalam cerita kesenian reog, dan juga sebagai tokoh sentral dalam kesenian reog Ponorogo yang hingga kini menyimpan banyak hal yang cukup kontroversial. Dalam pentas sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal/punggawa raja Klana Sewandana (warok muda) atau sesepuh dan guru (warok tua). Dalam pentas sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan, sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda. Pada awalnya warok digambarkan sebagai sosok pengolah kanuragan yang demi pencapaian ilmunya, tidak berhubungan dengan wanita, melainkan dengan bocah lelaki berumur 8-15 tahun yang acapkali disebut gemblakan.


Sejarah Gemblak


Dilansir dari nulisonline.wordpress.com

Menurut Purwowijoyo (1990: 61) Gemblakan: warok itu pantangan, tidak bermain cinta dengan wanita. Kecuali hanya istrinya sendiri, sebab jika warok sampai tergoda wanita, hilang kesaktiannya, mopol tulangnya, lunak perutnya. Karena hal itu, untuk pengganti wanita lalu menyukai anak laki-laki yang tampan wajahnya yang disebut gemblak.


Purwowijoyo, Maryaeni (2005: 102) mengemukakan Gemblak adalah seorang anak laki-laki yang ganteng, usia di bawah 15 tahun, berkulit kuning, Gemblak adalah profesi anak laki-laki yang dikencani oleh warok. Upah Gemblak tahun 60-an adalah satu ekor sapi sebulan. Gemblak selalu mendampingi warok, karena warok tidak boleh menikah dengan wanita.


Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa gemblak adalah laki-laki rupawan yang tinggal bersama warok dalam jangka waktu dua tahun. Dalam dua tahun tersebut, orang tua dari si gemblak tersebut diberikan upah berupa sawag garapan atau satu ekor sapi setiap bulannya. Gemblakan dan warokan adalah dua tetapi satu. Keduanya tidak dapat dipisahkan, ibarat merak dengan harimau. Gemblak adalah merak, sedangkan warokan adalah harimau. Dalam hal ini warok juga mengasuh gemblak yang merupakan sebuah tradisi yang wajar bagi masyarakat Ponorogo (Wiranata dan Nurcahyo, 2018).

Sejarah Jathilan

Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang dengan yang lainnya saling berpasangan. (https://m/merdeka.com/peristiwa/mengenal-falsafah-dan-sejarah-reog-ponorogo.html)


Jathilan tersebut biasanya diperankan oleh gemblak yang berdandan seperti wanita. Jathilan mulanya di perankan oleh laki-laki yang lembut, berparas menawan atau mirip seperti wanita cantik, serta gerakan tarinya cenderung feminim. Ciri-ciri khas gerak tari jathilan lebih halus, lincah, dan genit. Hal ini didorong oleh pola ritmis gerak tari yang saling berganti antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik. (https://pintasilmu.com/sejarah-tarian-reog-ponorogo/)

Kehidupan Warok dengan Gemblaknya

Praktek gemblakan adalah suatu keadaan di mana warok memanfaatkan seorang gemblak untuk menemaninya dalam pementasan Reog maupun diluar pementasan reog (Adelita dan Putra, 2017: 4). Pada zaman dahulu juga sudah banyak persepsi-persepsi masyarakat, bila menjadi gemblak seorang warok, hidupnya akan disegani oleh masyarakat sekitar. Meskipun mereka hidup di keluarga yang pas-pasan. Karena menurut mereka, warok dan gemblaknya tersebut sudah menjadi tradisi di daerah tersebut. Tidak heran jika mereka berbondong-bondong untuk memberikan anak laki-laki kesayangan mereka kepada warok. Ternyata dalam pembahasan diatas, si warok dan gemblaknya membantah bila ada adegan sex. Mereka hanya mengiyakan bila si warok menyentuh atau sekedar memegang tangan mereka. Tidak lebih dari itu. Tetapi, ada juga yang mengatakan saat ini para penari jathil laki-laki yang dulunya yaitu gemblak sekarang diganti menjadi penari jathil perempuan. Banyak juga warga yang memprotes, karena itu sudah mengubah tradisi yang sudah turun temurun.


Menurut di JawaPos.com dengan narasumber Sudriman, dikatakannya ada tiga bentuk hubungan warok-gemblak. Yang pertama adalah hubungan ayah-anak yang melekat pada soal Pendidikan. Warok mengajari gemblak bagaimana hidup bijak dan santun. Dia menyekolahkan dan menikahkannya setelah besar seperti anaknya sendiri. Hubungan yang kedua yaitu, dua tokoh pegiat reog tersebut juga punya hubungan kesenian. Warok bertugas memainkan reog dan memimpin pertunjukan. Sementara itu, gemblak dipercaya sebagai penari karena gerak lenturnya. Mereka sama-sama berinteraksi saat tampil di masyarakat. Hubungan yang ketiga, hubungan ini agak samar menurut Sudirma, warok dan gemblak punya hubungan kekasih. Gemblak harus menemani tidur warok. Meski begitu, seberapa detail aksi di ranjang masih belum jelas. Mereka selalu menyembunyikan kisahnya. Misteri malam gemblak dan warok tak pernah diungkap secara gamblang. (https://www.jawapos.com/jpg-today/19/09/2017/misteri-kehidupan-malam-warok-gemblak?amp=1)


Kontroversi Warok dan Gemblak

Menurut detik news, selama ini yang dipahami masyarakat bahwa gemblak itu identik ke arah negatif, yakni tradisi homoseksual. Ada seorang anak laki-laki rupawan yang tinggal bersama dengan komunitas warok dalam jangka waktu dua tahun. Sedangkan orang tua dari anak yang digemblak mendapat upah berupa sawah garapan atau satu ekor lembu. Teologi warok dikenal dengan istilah harus menjauhi hubungan dengan perempuan. Teologi kanugaran juga memiliki konsekuensi, yaitu warok tersebut harus mengangkat anak laki-laki yang berumur kurang dari 15 tahun. Lalu dikemudian hari disalahartikan dengan istilah gemblakan. Tradisi dulu di kampung-kampung ada kumpulan warok memiliki satu hingga dua gemblak yang fungsingya untuk menghibur dan mengarahnya ke homoseksual. (https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-3813212/ini-cerita-miring-gemblak-di-ponorogo?nochace=1).


Dengan adanya pernyataan tersebut, bisa dikategorikan bahwa masyarakat memiliki presepsi sendiri terhadap fenomena warok dengan gemblak. Sebenarnya belum tentu itu semua benar dan belum tentu juga itu salah. Banyak berbagai pihak yang mengatakan gemblak tersebut homoseksual dan ada juga yang menyatakan tidak. Fenomena peralihan gender pada penari Jathili muncul sebagai wujud kebudayaan dan cerita yang sangat dikenal masyarakat. Pada awalnya masyarakat menanggapi fenomena ini dari sudut berbeda, mereka menganggap bahwa budaya yang ada di Ponorogo adalah budaya turun temurun dari nenek moyang sehingga perlu sekali dijaga karena masih percaya kepada leluhurnya. Fenomena peralohan gender pada penari jathil berawal dari penari jathil atau yang biasa disebut gemblak ini adalah berubah menjadi feminim.


Menurut JawaPos.com, ada anak yang bernama Sudirman yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Usianya masih 15 tahun ketika orang tuanya membisikkan sebuah keinginan. Mereka berhajat anak kesayangannya menjadi gemblak. Ya, gemblak adalah jejaka-jejaka yang dipilih untuk menjadi ‘simpanan’ para warok, tokoh dalam kesenian reog Ponorogo. Dalam tulisan tersebut Sudirman tidak menolak, apalagi saat itu masyarakat Ponorogo sudah sepakat dengan tradisi. Menjadi gemblak hal yang lumrah. Justru ada nilai tambah bagi anak laki-laki yang ditaksir warok. Setidaknya, dia bakal disayangi dan diajeni masyarakat.


Dalam JawaPos.com tersebut juga dikatakan bahwa Sudirman tidak ingin menyianyiakan peran barunya. Ia giat belajar menari. Ia juga tidak ingin lupa jasa waroknya. Peminangannya sudah memberi satu ekor sapi. Nilai itu lumayan besar bagi keluarga yang hidup pas-pasan. Saat menjadi gemblak, banyak aktivitas baru yang ditekuninya. Gemblak memang identik dengan kepercayaan diri warok. Semakin ganteng, berarti semakin kuat waronya. Semakin banyak jumlah gemblaknya, semakin kaya pula warok tersebut. (https://www.jawapos.com/jpg-today/19/09/2017/misteri-kehidupan-malam-warok-gemblak?amp=1)


Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas mengenai kontroversi warok dan gemblak dalam kesenian Reog Ponorogo dapat disimpulkan bahwa warok dan gemblak memiliki kontroversi yang sangat melekat pada masyarakat. Bawasannya, masyarakat memiliki presepsi yang menyatakan bahwa warok dan gemblak adalah homoseksual. Mereka menyatakan seperti itu mungkin sudah ada dasarnya, yaitu warok meminta seorang anak laki-laki untuk menjadi gemblak nya dengan cara meminang seperti ingin meminang calon istri. Untuk menjadi warok juga sudah ada tantangan yaitu teologi kanuragan. Maksud tersebut yaitu, warok harus mengangkat anak laki-laki dengan umur dibawah 15tahun. Mereka harus mengangkat anak laki-laki karena mereka tidak bisa berkumpul dengan perempuan lain meskipun itu istrinya saat bertapa. Mengapa? Karena kesaktian yang dimiliki oleh sang warok akan hilang bila ia berkumpul dengan seorang perempuan. Maka dari itu ia mengangkat anak laki-laki.


Dari paparan kehidupan warok dan gemblak diatas, bisa disimpulkan, bahwa kehidupan mereka hanyalah sebatas pemimpin dan asistennya. Namun, disuatu ketika ada hal-hal yang mungkin itu mengacu pada hal yang negatif, yang menjadikan masyarakat berpikir yang negatif. Tetapi, di sisi lain, dengan adanya fenomena peralihan gender ini menjadikan masyarakat memiliki rasa ragu terhadap kesenian tersebut. Karena dalam pernyataan tersebut, seorang penari jathil yang seharusnya laki-laki yang tulen, tetapi mereka digantikan oleh penari jathil perempuan.


Saran yang dapat saya berikan adalah masyarakat yang beranggapan bahwa warok dan gemblak memiliki hubungan diluar dugaan atau homoseksual, sebaiknya pemikiran tersebut sedikit dikurangi, karena pada kenyataanya para warok dan gemblak tidak keberatan bila mereka harus hidup bersama dalam jangka waktu dua tahun. Mereka berdua juga merasa saling menguntungkan. Karena sama-sama diuntungkan. Keuntungan warok yaitu gemblak yang ia punya semakin bagus maka semakin kaya warok tersebut. Keuntungan dari gemblak tidak lain dan tidak bukan adalah hadiah setiap bulannya yaitu seekor lembu yang diberikan untuk orang tua gemblak tersebut. Untuk masyarakat yang mendukung adanya tradisi tersebut, berhak mempertahankan dan juga melestarikan budaya tersebut hingga akhir hayat. Bila bukan kita siapa lagi yang melestarikannya.


Daftar Pustaka

Jazuli. (1994). Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press.

Kencanasari, L. S. (2009). Warok Dalam Sejarah Kesenian Reog Ponorogo (Perspektif Eksistensialisme). Jurnal Filsafat, Vol. 19, No. 2, 179-198.


Maryaeni. (2005). Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara

Nugroho, O. C., & Purwanir, H. (2017). Budaya Populer Dalam Pertunjukkan Reyog Obyogan . Jurnal Sosial Politih Humaniora, Vol. 5, No. 1 , 22-48.


Poerwowijoyo. (1990). Babad Ponorogo Jilid VII Ponorogo Zaman Belanda. Ponorogo: KANDEP DIKBUD Kabupaten Ponorogo.


Wiranata, A. D., & Nurcahyo, A. (2018). Peranan Gemblak Dalam Kehidupan Sosial Tokoh Warok Ponorogo. Jurnal Agastya Vol. 8, No. 01, 94-106.

253 views0 comments

Comments


bottom of page