Melihat Transformasi PKKH UGM dalam Sebuah Acara
- Pipin Mukharomah
- Apr 3, 2019
- 8 min read
Updated: Apr 10, 2019
Oleh: Asyifa Nadia, Lia Sukma Catartika, Nur Muhammad Swastika Ardhi, dan Pipin Mukharomah

Nilai Historis PKKH UGM
PKKH UGM atau Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada berdiri berdasarkan kedudukan dan peran Universitas Gadjah Mada, universitas nasional pertama, sebagai Balai Pendidikan dan Balai Kebudayaan Nasional.
Dikutip dari laman resmi PKKH UGM yakni www.pkkh.ugm.ac.id, kedudukan dan peranan tadi disebutkan dalam kajian dokumen yang dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Prof. DR. Sofian Effendi, MPA, Rektor UGM yaitu Tim Sebelas.
Dalam laman tersebut dikatakan bahwa sejak berdiri tahun 1949 sampai tahun 2007, UGM telah berhasil menunjukkan kiprahnya dalam menciptakan lulusan yang berkualitas dan mampu mengabdikan ilmunya dalam berbagai bidang tugas, namun kedudukan UGM sebagai Balai Kebudayaan Nasional kurang mendapat perhatian sehingga nyaris terlupakan. Dengan alasan tersebut, Tim Sebelas yang dipimpin oleh Rektor UGM tadi mendirikan Pusat Kebudayaan UGM dengan tujuan untuk melestarikan, mengembangkan, dan memberdayakan kebudayaan nasional.
Pembentukan Pusat Kebudayaan ini tentu bukan keinginan dari pihak UGM semata. Oleh karena itu, dalam laman PKKH UGM disebutkan bahwa Tim Sebelas sempat menghadap Sri Sultan Hamengkubuwono ke X. Sultan yang juga seorang anggota Majelis Amanat UGM mendukung adanya rencana tersebut. Beliau menekankan bahwa Pusat Kebudayaan merupakan sebuah cost center bukan benefit center. Sri Sultan meminta UGM menyadari hal tersebut dan menyiapkan rencana pembiayaan yang jelas agar tujuan pengembangan Pusat Kebudayaan dapat tercapai.
Tanggal 3 Maret 2007, Pusat Kebudayaan UGM diresmikan oleh Rektor UGM, mengambil tempat di gedung bekas Purna Budaya. Prof. Dr. Sjafri Sairin lantas ditunjuk sebagai Direktur dan Dr. Sri Johari sebagai sekretaris. Selain itu, Kepengurusan Pusat Kebudayaan UGM dilengkapi dengan sejumlah penasehat dan pengurus Pusat Kebudayaan bertanggung jawab secara langsung kepada Rektor. Segala biaya untuk melaksakan kegiatan di Pusat Kebudayaan menjadi tanggungan universitas, dan segala kegiatan berhubungan dengan tugas Pusat Kebudayaan dilakukan di gedung bekas Purna Budaya. Kemudian, untuk membantu melancarkan tugas, Pusat Kebudayaan mendapat dua orang tenaga sekretariat dan empat orang tenaga honorer. Pusat Kebudayaan ini juga tidak lupa dilengkapi dengan pelbagai fasilitas perkantoran, seperti perangkat komputer dan lainnya.
Dalam laman PKKH UGM dijelaskan bahwa banyak kegiatan yang diselenggarakan untuk menyambut peresmian tersebut. Orasi kebudayaan dari W.S. Rendra, pameran lukisan keluarga UGM, hingga seminar kebudayaan. Pada saat ini Pusat Kebudayaan UGM menjadi batu loncatan bagi kegiatan kebudayaan ataupun sastra di Yogyakarta. Dikutip dari laman kagama.com, Hamada Adzani, alumnus Sosiologi UGM angkatan 2011 mengatakan bahwa pada masa dahulu, jika ada seniman yang bisa pameran di tempat ini maka seniman tersebut akan bangga karena gedung Pusat Kebudayaan merupakan ikon pusat kebudayaan di Yogyakarta.
Semenjak 14 April 2007, Pusat Kebudayaan UGM diresmikan oleh Rektor UGM untuk berganti nama menjadi Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada. Penggantian nama ini Untuk menghormati jasa-jasa mantan Rektor UGM dan anggota Tim Sebelas tersebut yang meninggal dalam kecelakaan pesawat Garuda di Bandara Adisucipto pada 7 Maret 2007.
Sehubungan dengan budaya, menurut Koenjraningrat Koentjaraningrat (2009: 144) mengatakan bahwa “kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar". Pusat Kebudayaan UGM atau Gedung PKKH UGM ini tentu didalamnya berisi kegiatan yang selaras dengan definisi-definisi budaya yang dikatakan oleh koentjaraningrat dan tokoh-tokoh lainnya. Tidak menutup kemungkinan juga kegiatan budaya yang ada di PKKH UGM semakin lama akan semakin variatif.
Transformasi PKKH
Transformasi bentuk lazim disebut pula sebagai perubahan bentuk, bisa didapat melalui berbagai variasi seperti dengan perubahan dimensi bentuk, pengurangan beberapa bagian dari bentuk awal, dan penambahan beberapa bagian bentuk (Nayoan&Mandey, 2011). Transformasi PKKH membuktikan bahwa bangunan ini layak menjadi representasi budaya Yogyakarta serta ruang publik bagi semua seniman yang ingin melaksanakan event di PKKH. Dari beberapa pengamatan, kami melihat bahwa benar adanya bahwa Gedung PKKH menjadi sangat ikonik. Beberapa acara, konser, diskusi sastra, teater dan pameran seni rupa kerapkali dilaksanakan disini.
Dalam perkembangannya, PKKH telah mengalami transformasi sesuai dengan pergantian nama serta renovasi gedung. Sebelum peresmian gedung ini, Sri Sultan selaku anggota Majelis Amanat UGM menegaskan bahwa pembangunan PKKH bukanlah sebuah benefit center tapi cost center. Namun setelah kami melihat perkembangannya kesini PKKH merupakan salah satu bangunan komersil UGM yang sering disewakan untuk pelaksanaan pelbagai event baik dari mahasiswa maupun seniman luar.

Berikut ini adalah penampakan salah satu sudut PKKH sewaktu ada gelaran acara pada tempo dahulu. Kita bisa melihat bahwa bangunan PKKH di foto itu masih kuno dengan cat dinding putih yang hampir mengelupas, serta alas yang masih rata dengan plesteran semen. Bangunan yang khas di masa itu. Bahkan kita tidak menjumpai ornamen-ornamen yang mewah, nampak sederhana dan masih belum terstruktur, masih terlihat bahwa rekonstruksi bangunan masih sedang berlangsung.

Di samping ialah PKKH tampak luar tempo dulu. Alas di depan PKKH masih plesteran semen, cat yang agak pudar dan yang paling mencolok adalah tulisan “Purna Budaya” yang belum diganti dengan “Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri”. Transformasi PKKH secara fisik kita bisa melihatnya, mungkin memang banyak yang tidak berubah di PKKH, termasuk warna cat, konsep bangunan, mungkin hanya pelataran yang semakin diperhalus untuk memudahkan akses jika ada pameran, konser, seni, dan event budaya lainnya.

Sementara, gambar selanjutnya menunjukkan bagian depan PKKH saat ini. Jika diamati, perbedaan paling mencolok dengan kenampakan PKKH sebelum mengalami proses rekonstruksi, ialah perubahan tulisan dari “Purna Budaya” dengan “Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri”. Kemudian dari kayu penyangga yang kokoh kini berganti dengan tiang semen yang dibangun sedemikian rupa untuk menambah nilai keestetikan PKKH sebagai representasi bangunan budaya di UGM. Ketika melihat tata ruang serta konstruksi PKKH zaman dulu dan sekarang pastilah mengalami transformasi baik dari segi fisik maupun nilai guna.
Pelataran PKKH kini juga sudah direkonstrusi menjadi pelataran luas yang diplester semen untuk mempermudah akses ketika mengadakan event disitu. Misalkan event Hipmi menyewa pelataran PKKH untuk didirikan stan-stan usaha, tempat duduk, serta panggung untuk hiburan. Bahkan jika dilihat semua bangunan PKKh termasuk lahan parkir dan pelataran memiliki nilai guna dan komersial.
Bentuk dan Contoh Transformasi PKKH
Usai mengamati dan mendalami sejarah dan tranformasi yang ada dan terjadi di Gedung PKKH tersebut. Mulai dari pendirian gedung yang merupakan hasil kajian mendalam dari Tim Sebelas, hingga mempunyai kedudukan dan peran sebagai Balai Pendidikan dan Balai Kebudayaan Nasional. Bahkan proses pengembangan gedung hingga melibatkan Sri Sultan Hamengkubuwono ke X untuk mendiskusikan rencana Pusat Kebudayaan tersebut.
Dalam diskusi tersebut, menariknya adalah Sri Sultan berpesan bahwa sebuah Pusat Kebudayaan bukan benefit center tetapi cost center, sehingga perlu adanya persiapan rencana pembiayaan yang jelas. Pergantian nama juga tidak ngawur, 14 April 2007 Pusat Kebudayaan UGM berganti nama menjadi Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri UGM berkaitan dengan meninggalnya mantan Rektor UGM dan Anggota Tim Sebelas dalam kecelakaan pesawat Garuda pada tanggal 7 Maret 2007 di Bandara Adisucipto.
Pada bagian ini, kami tidak berkeinginan untuk memperjelas kembali bagaimana transformasi infrastuktur gedung, tata ruang, atau aksesibilitas terjadi di masa lalu. Akan tetapi, lebih kepada pemaparan beberapa contoh pengalaman terkait fungsi gedung PKKH sekarang ini. Hal lain yang patut digarisbawahi, adalah pesan dari Sri Sultan yang kami rasa saat ini dilalaikan oleh pihak manajemen, ialah PKKH yang sekarang seolah menjadi sebuah benefit center.
Sebelum memulai observasi ke lapangan, kami berasumsi bahwa gedung PKKH dahulu digunakan sebagai Pusat Kebudayaan untuk masyarakat UGM (mahasiswa, dosen, karyawan,dsb). Akan tetapi, ada perubahan menarik yang terjadi ketika kami sudah membaca sejarah dari PKKH, tranformasi fungsi dari gedung tersebut berubah sejak 2015. Kami katakan demikian sebab, melihat dari laman webnya, 6 January 2015 Gedung PKKH mulai dikomersilkan. Entah memang gedung tersebut sudah dikomersilkan sejak awal peresmian atau baru mulai tahun 2015, ada kebijakan UGM agar gedung tersebut dimanfaatkan.
Melalui pengalaman saya, ketika SMA memang sudah banyak event-event yang hadir di PKKH, entah event tersebut bertempat di bagian indoor maupun outdoor. Berkaitan dengan observasi kami, beruntung sedang ada event dari HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) yang bertemakan “The People’s Market”. Event tersebut digelar mulai dari tanggal 29- 30 Maret 2019 dengan rangkaian dan pengisi acara yang cukup menarik menurut kami. Ada hiburan band, talkshow, tenants (baju dan makanan-minuman), dan live mural. Dalam kelompok kami ada dua orang yang ikut berkontribusi dalam acara tersebut yakni Pipin dan Sukma. Pipin ikut berkontribusi dalam sebuah acara live mural dan Sukma berpartisipasi sebagai tenant sebab ia berjualan di sana. Akan tetapi, keduanya tidak akan memaparkan bagaimana pengalaman mereka berkontribusi namun lebih kepada pengalaman observasi bersama.
Area yang digunakan oleh HIPMI, merupakan area outdoor PKKH. Menurut kami pula memang untuk event seperti itu lebih cocok di area outdoor, sebab ada keuntungannya yakni terlihat oleh orang-orang yang berlalu-lalang melewati PKKH dan lagipula acara tersebut gratis. Memang pemilihan ruang atau venue itu berdampak sekali dalam faktor pengunjung, seperti yang dituliskan di laman berita seputarevent.com yakni:
“Tiap-tiap brand atau produk membutuhkan venue yang sesuai. Katakanlah produk yang ditujukan untuk kalangan muda atau remaja, maka pemilihan venue pun harus didasari pada tren yang sedang berkembang di kalangan remaja. Harus dipelajari venue mana saja yang sedang happening saat ini. Karena venue-venue yang sedang menjadi buah bibir di kalangan remaja, pastinya akan meningkatkan animo remaja yang akan mendatangi event tersebut.”
Akan tetapi, nasib buruknya adalah ketika cuaca tidak mendukung, namun ketika kami berada di acara tersebut cuaca cerah dan cukup panas. Beberapa hal yang kami amati lagi, acara tersebut ditujukan sebenarnya untuk anak-anak muda atau biasa disebut generasi milenial sekarang. Mengamati dari rangkaian acara dan pengisinya pun memang sasarannya anak muda bahkan panitianya pun berisi anak-anak muda.
Acara tersebut terbilang cukup sepi menurut kami, bahkan ketika live mural tidak ada satupun yang menonton dan hanya melewatinya saja. Melihat dari akun instagram HIPMI pula yang menurut kami kurang adanya publikasi yang gencar padahal konten acaranya bagus dan menarik. Bukan maksud mengkritik terlalu dalam dan subjektif namun ini memang berdasarkan observasi kami. Dalam hal ini, kami bermaksud untuk memberikan contoh mengenai transformasi fungsi PKKH.
PKKH Sekarang?
Melihat adanya perkembangan sebuah bangunan yang dinilai memiliki daya fungsi yang dapat dioptimalkan, pihak UGM seakan-akan ingin menyediakan sarana tersebut. PKKH atau Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri menjadi salah satu tujuan bagi masyarakat yang berkeinginan memiliki acara dengan lokasi dan akses yang mudah. Dalam observasi kami, ada beberapa pertimbangan dan faktor yang bisa membuat masyarakat memilih PKKH sebagai tempat untuk menyelenggarakan sebuah acara.
Salah satu pertimbangan yang menjadi nilai lebih dari gedung PKKH adalah harga yang terjangkau bagi para penyelenggara acara. Harga kisaran di bawah 10 juta sudah dapat menyewa tempat tersebut dengan berbagai fasilitas. Selain itu melihat dari segi bangunan, gedung PKKH memiliki bentuk yang unik dan terbilang istimewa. Hal tersebut karena adanya bangunan semi outdoor namun tidak takut adanya gangguan acara karena hujan. Bentuk bangunan semi outdoor ini dapat dikategorikan masih aman untuk keberlangsungan sebuah acara.
Tidak hanya itu, aspek keamanan menjadi salah satu faktor utama yang menjadi daya tarik penyelenggara acara. Ketika sebuah acara yang diselenggarakan masih di dalam lingkup UGM, event yang diadakan akan mendapat keamanan tambahan karena adanya SKKK dari pihak UGM yang memantau keberlangsungan aktivitas di dalam lingkup kampus UGM. Dari segi keamanan tersebut dapat memiliki dampak domino bagi para pengunjung, yang tentu saja merasa aman ketika kendaraannya masih berada di jangkauan pengawasan panitia dan juga adanya gerbang yang dijaga oleh SKKK. Tiga faktor utama tersebut ditambah dengan nilai popularitas dari gedung PKKH itu sendiri yang sudah tidak asing di telinga masyarakat muda maupun tua.
Dari segi tata ruang, pihak PKKH hanya sebatas merekomendasikan adanya ruangan yang dapat digunakan oleh para artis atau biasa disebut dengan backstage. Pihak PKKH sendiri tidak memberikan batasan mengenai akses yang ada dalam bangunan tersebut, bagaimana pintu masuk dan keluar bagi pengunjung contohnya. Hal-hal tersebut dapat dikembalikan oleh pihak penyelenggara. Selain itu pihak PKKH juga menyediakan adanya paket pinjam meminjam semacam barang-barang property meja kursi dan kabel maupun proyektor.
Seperti yang sudah disinggung di atas, baru saja diselenggarakan sebuah acara HIPMI PT UGM di gedung PKKH UGM. Dalam media sosial instagram HIPMI PT UGM dijelaskan bahwa HIPMI PT UGM adalah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia PT UGM yang diadakan secara berkala. PKKH UGM dipilih menjadi tempat diselenggarakannya HIPMI karena memiliki akses tempat parkir pengunjung yang tidak repot dan mudah lalu masih berada di lingkup UGM sehingga cenderung lebih aman. Acara HIPMI tersebut diselenggarakan di area luar atau outdoor, dengan tambahan tenda untuk lapak usaha yang dipamerkan.
Berdasarkan observasi tersebut, kami menyimpulkan bahwa keberadaan konstruksi bangunan dengan akses parkir yang mudah bagi pengunjung menjadi salah satu pertimbangan utama bagi pihak penyelenggara dalam menyelenggarakan hajatan-- di samping karena faktor letak nan cenderung strategis serta mudah dijangkau masyarakat umum. Bangunan PKKH yang cenderung tidak begitu rumit penataan bagi pihak penyelenggara di venue dapat lebih rapi.
Referensi
Kagama. 2018. Mengembalikan Kejayaan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH). Diperoleh dari http://kagama.co/mengembalikan-kejayaan-pusat-kebudayaan-koesnadi-hardj asoemantri-pkkh. (akses 02 Maret 2019).
Keswara, R. 2012. PKKH UGM jadi Rumah Budaya Yogya. Sindonews. Diperoleh dari https://nasional.sindonews.com/read/680607/15/pkkh-ugm-jadi-rumah-buda ya-yogya-1350465675. (akses 02 Maret 2018).
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: RinekaCipta.
Setyo, A.,2015. Tentang Kami. Diperoleh dari https://pkkh.ugm.ac.id/tentang-kami/. (askes 02 Maret 2019).
Sutrisman, A., 2018. Memilih Veneu Yang Tepat Untuk Event Anda. Seputarevent. Diperoleh dari https://www.seputarevent.com/single-post/2015/05/08/Memilih-Venue-yang-Tep at-untuk-Event-Anda. (akses 02 Mret 2018).
Nayoan, S. J., & Mandey, J. C. (2011). Transformasi sebagai Strategi Desain. Media Matrasain, 8(2).
Comments