top of page

Melukis Dalam Perspektif Bang Lukman

Prita Diwani Praja dan Argitha Aricindy


Bang Lukman

Ketertarikan pada dunia seni rupa membawa kami kepada seseorang ini. Bang Lukman, begitu ia biasa dipanggil merupakan seniman legendaris yang ada di kampung tempat Prita tinggal. Dahulu, ketika Prita masih kecil setiap kali ada tugas sekolah yang berhubungan dengan seni, dialah orang pertama yang akan ia tuju untuk meminta bantuan. Sekadar membuat ukiran pada sebuah sabun ataupun hanya mengecek presisi warna pada gambarannya. Kesederhanaan pada diri Bang Lukman -lah yang membuat warga di sekitar tidak sungkan untuk meminta bantuan kepadanya. Setiap kali ada acara di alah yang bertanggung jawab atas “kepuasan” mata penonton. Tak hanya itu, keindahan kampung pun juga sebagian besar adalah hasil kerja Bang Lukman. Dengan kelihaiannya dalam mengolah bentuk dan warna, suatu benda kusam akan terlihat lebih hidup dan baru bila sudah disentuhnya.


Ternyata keahliannya tersebut ia dapat dari Bapaknya yang juga seorang seniman ukir. Bahkan di kampung halamannya si Bapak mendapat julukan sebagai raja ukir karena kepiawaiannya tersebut. Tidak heran bila darah seni juga mengalir di tubuh anaknya. Hidup dan tumbuh dengan seorang seniman ukir tidak serta merta membuat Bang Lukman menyukai jenis seni tersebut. Ia lebih suka melukis daripada mengukir.“Seni ukir membutuhkan tenaga dan pikiran.Belum lagi kalau sudah lembur,”ujarnya. Tak hanya itu , media yang digunakan dalam seni ukir pun juga lebih ribet, tidak sembarang kayu bisa dipahat , “Ya masa batang pohon pisang mau dipahat,” ucapnya. Media yang digunakan dalam seni lukis lebih bebas, mulai dari kanvas, kertas, daun, bahkan dinding. Selain karena medianya ia lebih memilih seni lukis dengan alasan “Saya lebih suka berpikir”. Baginya seni lukis lebih bebas, ia bisa mengeksplor bentuk dan warna apa saja. Karena beberapa alasan tersebut ,ia kemudian lebih memilih seni lukis daripada seni ukir.


Tidak hanya karena darah seni mengalir di tubuhnya sehingga ia pandai melukis, lingkungan pun menjadi faktor utama ia mengenal dunia seni lukis. Sewaktu kecil, ia banyak menghabiskan waktu bergaul dengan orang–orang dari SMSR dan ISI. Kebetulan tempat tinggalnya memang berdekatan dengan kost -an mereka. Rumahnya juga sering dijadikan sebagai tempat untuk mengumpulkan karya anak SMSR dan ISI sebelum di display esok hari. Ketertarikannya pada melukis sudah mulai muncul pada masa ini. Saat itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun ia belum tahu kapan akan mengeksekusinya. Hingga suatu waktu ia main ke kost -an tadi dan bertemu dengan salah seorang dari mereka. Dari situ ia kemudian dikenalkan dengan anatomi. Setelah itu baru diajarkan mengenai tingkat dasar dalam menggambar yaitu membuat garis, kotak tanpa putus, dan presisi. Dari situ ia mulai tertantang. Ketika ia merasa sudah benar–benar menguasai tingkat dasar itu, baru ia bermain dengan warna.


Sejenak Terlena

Menginjak dewasa Bang Lukman mulai menunjukkan keseriusannya. Ia mulai mengumpulkan uang receh untuk membeli alat - alat lukis. Tetapi karena kanvas mahal, ia memilih untuk meminta sisa–sisa kanvas dari temannya dan membuat frame nya sendiri. Tetapi pada waktu lepas dari SMP merupakan masa–masa ternakal bagi Bang Lukman. Ia mulai berkenalan dengan narkoba dan alkohol. Segala jenis narkoba pernah ia cicip mulai dari ganja, pil, dan yang lainya. Kenakalannya ini tidak lain juga karena lingkungan tempat ia bergaul saat itu. Hampir semua teman–temannya juga melakukan hal yang sama,yaitu menggunakan narkoba dan meminum alkohol.Namun bedanya narkoba dan alkohol ini bagi teman – temannya dijadikan sebagai bahan bakar untuk berkarya, sedangkan Bang Lukman tidak. Ia terlena dengan nikmatya narkoba yang menjadikannya lupa untuk berkarya. Karena lebih memberatkan “kenikmatan” barang tersebut , Bang Lukman kehilangan banyak kesempatan untuk menunjukkan karyanya ke publik. Banyak tawaran yang mengajak ia untuk mengikuti pameran, tetapi ditolaknya. Kini ia sedikit menyesal, bagaimana tidak ketika teman – temannya sudah mulai “tertata” ia masih dalam tahap merangkak.


Ketika sudah mulai jenuh dengan narkoba dan alkohol ia mencoba melupakan dengan membuat band. Cukup lama bertahan sampai 3 tahun hingga akhirnya Bang Lukman memutuskan untuk hengkang. Meskipun band ini sempat berkenalan dengan komunitas yang ada di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Ketika sudah lepas dari band inilah Bang Lukman kembali menata lagi tujuan awalnya, yaitu berkarya. Ia sempat menemui teman masa kecilnya, yang kemudian mengajak Bang Lukman ke komunitas lukis milik temannya itu. Ia kemudian diajak teman lamanya itu untuk membentuk suatu kelompok mural. Tawaran itu ia terima ,hitung–hitung sekalian untuk mencoba membuat fun art. Benar saja, gaya melukis Bang Lukman memang cenderung ke arah realis dan surealis yang menggambar sesuatu sesuai dengan realitasnya.


Tentang Karyanya


dok.pribadi
"Kekacauan" karya Bang Lukman

Kegemarannya untuk berpikir mempengaruhi gaya melukisnya. Gaya realis ia pilih sebagai caranya untuk menyapaikan cerita, juga menuangkan rasa penasarannya akan warna dan sisi gelap terang. Ia juga mengatakan dalam lukisan abstrak yang diperlukan adalah keberanian sedangkan ia lebih suka berpikir. Dengan gaya realis ia juga lebih bisa menyampaikan kejadian dan realitas saat itu. Salah satu contoh adalah karyanya yang berjudul “Kekacauan” Ia membuat lukisan tersebut sebagai respon atas peristiwa Semanggi 1998. Di kanvas ukuran 1m x 120cm ia mencoba memvisualisasikan keadaan dan kerusuhan yang terjadi kala itu. Corak warna yang dipilih pun menambah kesenduan kejadian yang coba ia gambarkan. Dalam lukisan tersebut nampak beberapa wanita telanjang dan “buto” tokoh jahat dalam pewayangan. Sosok wanita telanjang diibaratkan sebagai para korban pelecehan seksual saat itu. Juga merupakan representasi rakyat di dunia perpolitikan yang sudah “ditelanjangi”. Sosok naga yang seakan–akan sedang memangsa sesuatu, yaitu negara mencoba merepresentasikan kediktaktoran seorang pemimpin. Tulisan aksara jawa “adigang,adigung,adiguna” seakan menjadi sebuah ironi.


dok.pribadi
"Srawung" karya Bang Lukman

Lukisan lain yang tak kalah menarik berjudul “Srawung”. Bang Lukman mengatakan kalau lukisan ini akan digunakan untuk pameran di bulan Desember nanti. Dalam lukisan itu nampak burung elang berukuran besar dikelilingi oleh burung–burung Branjangan. Perpaduan warna coklat dan biru membuat lukisan itu terlihat fresh. Di lukisan ini Bang Lukman mencoba untuk menggambarkan sosok raja dan rakyatnya. Burung elang yang merupakan raja langit merepresentasikan seorang pemimpin. Sedangkan burung Branjangan ia representasikan sebagai rakyat. Apa yang coba Bang Lukman sampaikan adalah bahwa seorang pemimpin tidak akan bisa hidup tanpa ada rakyat. Komunikasi antar sesama juga harus dibangun, tidak melulu secara horizontal tetapi juga vertikal.


Penutup

Bagi Bang Lukman untuk terjun ke dunia seni tidaklah susah, yang diperlukan hanya niat dan karya. Tanpa karya seseorang tidak akan disebut sebagai seniman. Dengan karya seorang seniman akan terus hidup meskipun tubuhnya sudah tiada. Ia juga menambahkan bahwa perkembangan seni di Jogja cukup pesat.Banyak pihak yang mulai mendukung baik pemerintah maupun perorangan. Salah satu wujudnya adalah Art Jog. Acara tahunan yang memberikan ruang bagi seniman Jogja untuk menunjukkan eksistensinya. Bagi Bang Lukman seorang seniman itu unik. Masing– masing punya gayanya sendiri untuk menyampaikan cerita di setiap karyanya.Ia tidak terlalu mempedulikan stigma masyarakat terhadap mereka. Baginya berkarya adalah yang paling penting, persetan dengan orang – orang yang hanya bisa mengkritik tapi tidak menghasilkan karya. Dari sekian banyak hal yang sudah ia lalui ada satu yang belum terwujud, yaitu pameran tunggal. Ia mengatakan bahwa sebuah nama itu penting untuk mewujudkan impian itu. Bagaimana tidak, untuk mengadakan sebuah pameran tunggal biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Setidaknya perlu sponsor untuk meringankan. Karena itu baginya sebuah eksistensi itu penting.

Comments


Subscribe

LOGO UGM.jpg
LOGO KEMANT.jpg

Gd. R. Soegondo lt. 5 FIB UGM
Jl. Sosiohumaniora No. 1
Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Crafting Ethnography 

Departemen Antropologi FIB-UGM

  • Twitter

©2018 'Crafting Etnography' Creative Team

bottom of page