Museum Ullen Sentalu: Mengenal Adat Jawa dengan Nuansa Mistis
- rismarinnib
- Apr 7, 2019
- 11 min read
Updated: Apr 11, 2019
oleh Bernarda Rismarinni P, Chairina Indita S, Nandito Jodi Syaifulloh, & Rr. Annisa Surya Kemala

Kunjungan ke Ullen Sentalu
Pada tanggal 26 maret 2019, kami memutuskan untuk mengunjungi salah satu museum ternama yang ada di Yogyakarta. Museum ini bernama Ullen Sentalu yang lebih tepatnya terletak di Harjobinangun, Sleman. Sebagai salah satu museum ternama, pastilah banyak dikunjungi wisatawan baik domestik maupun manca negara.
Berdasarkan hal tersebut, tempat parkir yang disediakan dapat dibiliang cukup untuk menampung kendaraan para pengunjung. Ketika sampai di area depan museum, kesan yang pertama kami rasakan ialah kesan mistis. Walaupun arsitektur dari bangunan luar museum ini terlihat modern namun kesan mistis seakan tidak bisa dilepaskan begitu saja karena faktor pohon-pohon besar di sekitar bangunan. Cat yang kusam dan beberapa sudut bangunan banyak ditumbuhi menambahkan kesan terbengkalai pada bangunan museum ini.
Untuk memasuki museum, kami menaiki beberapa anak tangga untuk sampai ke lantai atas untuk membeli tiket. Sesampaiya di meja penjualan tiket kami langsung melihat sebuah banner di sebelah meja ticketing yang menunjukkan bahwa tidak boleh memfoto dan tidak boleh membawa makanan. Pengunjung dikenakan biaya Rp. 20.000,- untuk anak-anak dan Rp. 40.000,- untuk dewasa.
Pada awalnya kami merasa bahwa tiket masuk museum ini dapat dibilang mahal, namun ternyata biaya tersebut sudah termasuk dengan pemandu yang akan menjelaskan selama tur dimulai. Setelah mendaftar untuk tur, kami dipersilahkan untuk menunggu sejenak di ruang tunggu.
Empat Area Museum
Kami menunggu beberapa menit sebelum tur akan dimulai dan memutuskan untuk melihat-lihat area sekitar. Di ruang tnggu ini terdapat beberapa bangku yang disediakan pengelola museum untuk para pengunjung. Desain ruangan ini sebenarnya dapat dibilang simpel namun kurang rapi, karena masih terdapat beberapa material dan alat sisa pembangunan ataupun renovasi. Ruangan ini pun dilengkapi dengan pendingin ruangan yang membuat museum ini memiliki nilai lebih dibanding yang lain.
Tur kali ini terdapat tiga rombongan yang berasal dari daerah dan tujuan yang berbeda beda. Ketika tur dimulai, pemandu kemudian memperkenalkan diri dan menyambut kami dengan ramah. Pertama kami melewati sebuah jalan yang membuat kami merasa berada di dalam hutan karena lebatnya kanopi yang dibentuk oleh pepohonan di dalam museum ini.
Perjalanan kami mulai dengan memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat beberapa koleksi lukisan bangsawan dari Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Solo serta satu set gamelan pemberian dari salah satu keluarga Keraton Yogyakarta. Aroma kayu dan semerbak harum yang kami sendiri pun idak bisa menjelaskannya memenuhi ruangan ini. Tak lupa di sana juga terdapat sebuah tulisan yang menjelaskan makna dari nama Museum ini.
Area pertama diberi nama Gua Selogiri, di lorong ini terdapat banyak sekali lukisan dan foto dari tokoh-tokoh dari Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Solo, Kadipaten Pakualaman serta Kadipaten mangkunegaran. kami cukup kagum dengan koleksi museum ini yang begitu lengkap bahkan terdapat foto momen-momen penting setiap tokoh. Kami juga memiliki sebuah pertanyaan yang terbesit di kepala kami, yaitu mengenai keaslian dan dari didapat dari mana foto dan lukisan yang ada di museum ini. Kemudian kami keluar dari area Gua untuk menuju area selanjutnya. Ketika keluar kami berada di area yang dikelilingi dengan bangunan dan pahatan yang bermaterialkan bebatuan.
Bale Kambang merupakan nama dari area kedua yang akan kami lalui. Bale Kambang sendiri memiliki konsep seperti pemukiman orang jawa kuno yang biasanya terdapat di atas perairan. Area ini sendiri berbentuk seperti labirin yang berkelok kelok dengan beberapa ruangan. Ruangan-ruangan tersebut berisi beberapa koleksi seperti surat-surat untuk Tineke, baju- baju upacara adat, koleksi batik baik Jogja Maupun Solo dan yang terakhir merupakan ruangan Spesial yang didesikasikan untuk Gusti Nurul (salah satu putri yang terkenal akan kecantikannya). Ketika memasuki ruangan ruangan tersebut, kami kembali mencium bau bauan aneh seperti bau apek di beberapa ruangan yang disertai bau cat dan kayu di ruangan koleksi surat.
Kesan modern juga tersemat pada area ini karena setiap ruangan dilengkapi pendingin ruangan untuk menjaga keawetan koleksi dan juga disertai dengan sensor lampu.
Sebelum berlanjut ke area ketiga, kami diajak ke salah satu bangunan untk beristirahat. Pengunjung juga diperbolehkan untuk berfoto dan menikmati suasana di bangnan tersebut. Kami kemudian disajikan sebuah minuman, lebih tepatnya jamu resep Keraton yang dipercaya dapat membuat awet muda. Setelah dirasa cukup kami kemudian melajtkan tur ke area selanjutnya.
Area ketiga terlihat seperti area taman dengan berbagai koleksi arca yang mengelilingi taman serta sebuah bangunan di bagian belakang. Beberapa arca yang dipajang terlihat baru dan beberapa yang lainnya sepertinya merupakan arca asli karena kondisinya yang sudah tidak baik lagi. Kami kemudian memasuki ke bangunan yang berada di bagian belakang, di dalam ternyata memuat koleksi lukisan dan patung yang menggambarkan perlengkapan dan busana yang dipakai ketika pernikahan adat Jawa berlangsung baik dari Jogja maupun Solo. (namun lebih ke sisi perempuan).
Perjalanan kami lanjutkan ke area di sebelah area ketiga, sebuah tempat yang lumayan besar tanpa bangunan besar. Di area ini hanya terdapat sebuah ukiran yang biasanya terdapat di sebuah candi namun dengan bentuk yang mirirng. Area ini memang diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin berfoto. Selain sebuah ukiran yang besar, di sisi lai area ini juga terdapat banyak pohon yang menambah kesan asri.
Perjalanan kemudian kami akhiri arena seluruh area sudah kami lalui selama tur berlangsung. Pemandu kemudian menunjukkan kami arak keluar dari museum ini. Namun di bagian sebelum pintu masuk juga terdapat sebuah lokasi yang dapat dikatakan menyerupai sebuah taman yang dapat digunakan engunjung untuk berfoto. Seteah puas berfoto para pengunjug kemudian keluar melalui bagian samping atas dari museum dan harus melalui jalan meurun untuk kembali ke area parkir.
Ullen Sentalu dan Media Massa
Museum Ullen Sentalu menyajikan budaya dan kehidupan para bangsawan Dinasti Mataram yang kemudian pecah menjadi empat pemerintahan yaitu Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Praja Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman yang mana juga menyimpan berbagai koleksi batik dari jaman dahulu yang mana merupakan gaya Yogyakarta maupun gaya Surakarta. Koleksi batik tersebut disimpan karena banyak kolektor asing yang mengincar untuk dijadikan koleksinya. Maksud dari disimpannya batik batik tersebut di Museum Ullen Sentalu agar generasi selanjutnya tetap dapat melihat bagaimana kenampakan kain batik yang dibuat pada zaman dahulu dan dapat ditemukan di daerah asal dan bukan di negara lain.
Ragam koleksi yang ada di museum tersebut kental dengan nuansa feminim karena banyak menceritakan tokoh tokoh puti keraton. Dikutip dari beritasatu.com bahwa terdapat berbagai ruang untuk menyimpan benda bersejarah tersebut dan arsitektur bangunan dari museum ini sangat unik dan spesial karena mengadaptasi bangunan istana di Eropa abad pertengahan yang terdapat kastil dan batu batu gunung berwarna gelap dan dihiasi berbagai tumbuhan merambat yang disusun dengan sedemikian rupa.
Jika mencari berita tentang Museum Ullen Sentalu melalui internet akan sangat sulit untuk dijumpai, bahkan apa saja yang ada didalamnya dalam bentuk foto maupun video. Namun secara garis besar akan mudah untuk ditemui pengalaman pengalaman pribadi ketika mengunjungi museum tersebut. Hal ini dikarenakan terdapat aturan yang mengharuskan untuk tidak mengambil gambar (foto) maupun video ketika perjalanan sedang berlangsung. Ada dua alasan yang melatarbelakangi larangan untuk mengambil gambar di Museum Ullen Sentalu, yang pertama adalah mengenai hal mistis yang dipercayai sebagian besar pengunjung. Dikutip dari phinemo.com bahwa hal mistis tersebut berkaitan dengan keberadaan makhluk ghaib yang menetap pada benda di museum tersebut.
Museum Ullen Sentalu ini sudah sangat terkenal dengan nuansa yang horor yang mencekam, mengingat berada di dataran tinggi dengan udara sejuk dan dikelilingi pepohonan rimbun dengan suasana yang sepi nan hening menambah kesan mistis. Konon, di berbagai ruangan yang ada pada museum ini terdapat putri putri bangsawan jaman dahulu yang masih ‘menunggui’ benda benda peninggalan kerajaan. Sehingga dikhawatirkan jika pengunjung dapat leluasa mengambil gambar dari benda benda dan ruang dalam museum tersebut putri-putri bangsawan akan merasa tersinggung dan tidak senang, bahkan bisa balik mengganggu karena merasa kebradaannya terganggu.
Alasan kedua merupakan sebuah alasan yang logis dan dapat diterima oleh semua kalangan, karena Museum Ullen Sentalu merupakan museum dengan konsep “Living Museum” yang menjadikan benda-benda bersejarah dalam museum akan diubah tata letaknya dalam kurun waktu tertentu. Hubungan dengan terdapatnya larangan mengambil gambar adalah pengunjung akan merasakan pengalaman yang berbeda setiap datang ke museum tersebut, karena tata letak dari benda-benda tersebut akan terus diubah dan akan menjadi hal yang sia sia jika mengabadikannya melalui foto maupun video.
Dengan sulitnya informasi yang didapat melalui internet tentang budaya Jawa yang ada di Museum Ullen Sentalu, Duta Museum Ullen Sentalu 2017, Ambar Sari mencoba menggelar acara Tour de Museum Ullen Sentalu beserta Diskusi Kebudayaan. Hal ini dikutip dari Tribun Jogja bahwa tujuan diadakannya acara tersebut untuk mengembangkan dan mempromosikan pariwisata dan melestarikan budaya yang merupakan jati diri bangsa Indonesia.
Sasaran peserta pada acara tersebut merupakan perwakilan dari generasi muda seperti Dimas Diajeng Jogja, Dimas Diajeng Kulomprogo, Dimas Diajeng Sleman, Dimas Diajeng Sleman cilik, Koko Cici Jogja, Duta Bahasa DIY, Duta Mahasiswa Genre dan Mas Mbak Magelang yang memiliki kewajiban untuk berperan aktif dalam kegiatan yang mendukung terciptanya sebuah aksi untuk memajukan pembangunan dari segi apapun, termasuk menjaga warisan budaya agar tetap lestari seiring perkembangan jaman agar tak lekang oleh waktu dan lebih mencintai budaya yang dimiliki.
Lalu pada artikel Doro Daniwati museum didefinisikan melalui kutipan Benediksson yang mengungkapkan bahwa museum merupakan lembaga nirlaba permanen yang melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum yang melestarikan, meneliti, berkomunikasi, dan memamerkan warisan kemanusaan dan lingkungan baik yang berwujud dan tidak berwujud untuk tujuan pendidikan, pembelajaran, dan kesenangan (Daniwati, 2015: 124). Kemudian Doro menerangkan bahwa terdapat klasifikasi dan jenis-jenis museum.
Menurut Ambros & Paine, museum dapat terbagi berdasarkan koleksi, pengelola, area, pengunjung, dan cara display koleksi. Museum dilihat melalui koleksinya dapat terbagi menjadi museum arkeologi, museum seni, museum sejarah, museum etnografi, dan masih banyak lagi. Lalu dari segi pengelolanya dapat dimiliki oleh pemerintah, kota, universitas, dan swasta. Kemudian area museum meliputi nasional, regional, kota, dan lokal. Sedangkan museum berkaitan dengan pengunjung dapat diperuntukkan secara umum, edukasi, dan spesialisasi. Terakhir mmengenai cara display koleksi yaitu meliputi tradisional, rumah bersejarah, udara terbuka, dan interaktif (Daniwati, 2015: 124).
Klasifikasi dan jenis museum tersebut bila diterapkan pada Museum Ullen Sentalu yang kami kunjungi, maka dilihat berdasarkan koleksinya termasuk pada museum sejarah yang menceritakan sekilas kehidupan keluarga Keraton Yogyakarta maupun Keraton Solo. Lalu pengelola dari museum tersebut adalah milik pribadi atau swasta yang memang menyukai budaya Jawa. Di samping itu, pemilik juga bekerja sama dengan pemerintahan untuk bersama-sama mengembangkan museum tersebut.
Area museum ini memang cukup jauh dari perkotaan, tetapi museum tersebut mengajak pengunjung untuk menikmatinya di area kaki gunung Merapi. Display dari koleksi di Museum Ullen Sentalu juga sangat menarik dan unik. Ruangannya terbuka sehingga udara segar dan hawa sejuk terasa, serta tercium aroma dan suara musik yang mengingatkan kami pada aroma dan musik khas rumah makan Raminten. Kemudian koleksi-koleksi yang dipajang juga ditata sangat rapi dan dilindungi oleh kaca serta ruangan yang suhunya distabilkan oleh AC agar koleksi warisan budaya tetap terjaga. Ruang museum juga didesain sedemikian rupa seperti rumah-rumah yang mengapung diperairan. Hal ini dibuat seakan nyata dari adanya aliran air dan jembatan penghubung disekitar ruang museumnya.
Peran dan Fungsi Museum
Selanjutnya, Doro Daniwati dalam artikelnya yang menyatakan bahwa sebuah museum memiliki beberapa fungsi. Museum secara teknis untuk mengumpulkan artefak-artefak warisan budaya sesuai dengan objek koleksi museum yang diinginkan. Oleh karena itu, diperlukan daftar koleksi dan juga perlu menampilkan kepada publik. Museum juga berfungsi untuk bertanggung jawab menjaga koleksi warisan budaya melalui dokumentasi dengan sarana teknologi digital dan non digital.
Museum juga menjadi salah satu akses peneliti untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Fungsi berikutnya adalah museum sebagai ruang untuk menyimpan dan mengawetkan warisan-warisan budaya tersebut. Kemudian Doro juga berpendapat bahwa museum dapat menjadi sarana pemersatu bangsa karena telah memberikan kesempatan bagi masyarakat umum untuk mengetahui warisan-warisan budaya daerah tertentu melalui museum yang ada. Selain itu, museum dapat menjadi ruang refleksi yang memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia (Daniwati, 2015: 125-126).
Fungsi-fungsi yang telah dipaparkan diatas menurut kami secara garis besar telah terpenuhi di Museum Ullen Sentalu. Koleksi dari museum diangkat oleh sang pemilik karena rasa sukanya terhadap budaya Jawa yang kemudian ia kumpulkan, tata, rawat, dan tampilkan dalam Museum Ullen Sentalu. Kemudian berkaitan dengan fungsi menjaga dan merawat warisan budaya, museum tersebut memiliki perawatan yang baik.
Dokumentasi melalui sarana teknologi yang diungkapkan Doro menurut kami juga sudah diterapkan pada Museum Ullen Sentalu. Hal ini terlihat disalah satu ruang museum yang berisikan puisi-puisi dilengkapi dengan judul dan keterangan dalam tiga bahasa oleh pihak pengurus museum. Kemudian koleksi museum memang tidak serta merta lengkap dengan artefak aslinya, tetapi dilengkapi dalam bentuk lukisan dan replika lainnya.
Fungsi menjaga melalui dokumentasi ini menurut kami sebagian besar telah dijalankan oleh tour guide yang disediakan oleh pihak museum. Hal ini dikarenakan tour guide tersebut yang berperan penting untuk menginformasikan mengenai koleksi-koleksi warisan budaya yang ditampilkan pada museum tersebut yang akan menjadi sumber data bagi pengunjung atau peneliti.
Selanjutnya, kami sangat setuju dengan fungsi menyimpan dan mengawetkan warisan budaya karena Museum Ullen Sentalu sangat menjaga dan merawat koleksinya. Hal ini terlihat dari setiap ruangan yang disertai AC dan terdapat alat ukur suhu agar koleksi warisan budaya yang ditampilkan tidak rusak. Setiap koleksi warisan juga dilindungi oleh kaca yang mengamankannya dari jangkauan pengunjung.
Menariknya, beberapa foto yang diletakan dalam pigura pun tetap dibentengi oleh kaca besar. Kami berasumsi ini juga sebagai upaya untuk menjaga kualitas dari koleksi museum tersebut dengan seminim tidak tersentuh maupun rusak oleh pengunjung. Lalu fungsi pemersatu bangsa menurut Doro, kami temukan dari pengunjung selain kami yaitu rombongan dari Jakarta.
Museum ini menjadi tempat yang mempertemukan segala macam dan asal pengunjung untuk bersama-sama mengetahui suatu warisan kekayaan budaya daerah tertentu. Terakhir, kami sangat setuju dengan museum berfungsi sebagai ruang refleksi peradaban manusia. Koleksi warisan budaya dan penjelasan dari tour guide di Museum Ullen Sentalu telah membawa kami mengikuti alur dari perkembangan kota Yogyakarta dan Solo.
Sementara dari sisi museologi, Hooper-Greenhill dalam bukunya “Museums and their Visitors” mengawali dengan perubahan bentuk dan fungsi museum. Sebuah peran baru yang dimiliki museum sebagai penjaga histori adalah sebagai bagian dari wisata. Museum menjadi semakin universal, semakin umum, namun tetap memiliki relungnya sendiri dalam "bisnis waktu luang". Ullen Sentalu mencoba untuk mendobrak standar museum pada umumnya dengan mengkombinasikan nilai pariwisata tanpa melupakan aspek historis.
Peran museum yang semakin digemari dan bukan hanya berupa sebuah “museum” semata menjadikan para pengunjung memiliki ekspektasi lebih dari sebuah museum. Pengunjung mampu memiliki bayangan seperti apa museum tersebut, dari segi penataan hingga bangunan. Peran desainer sangat penting dalam museum, untuk menciptakan bagaimana museum bukan hanya memiliki fungsi edukasi sebagai fungsi utama, namun juga hiburan bagi pengunjung baik penikmat museum maupun mereka yang mengunjungi hanya penasaran. Ullen Sentalu merupakan sebuah museum yang bisa dikategorikan sebagai museum independent, karena berdiri dari private corporation dan bersifat swasta.
Fopp menyebut bahwa museum independent merupakan hal yang baru dalam dunia permuseuman –dimana profit juga menjadi faktor utama eksistensi museum ini, dan berbeda dengan museum lain. Macam audiens dan jumlah orang yang mengunjungi museum memiliki dampak yang jauh lebih serius bagi museum independent selaku museum yang mengenakan biaya masuk, daripada museum yang tidak menarik biaya masuk (1997;4).
Dalam ranah museum, bisa dikatakan bahwa museum ini memiliki bentuk semi-private, dengan tidak menyediakan caption per obyek pameran dan mengandalkan penjelasan lisan dari pemandu, hingga tidak mengijinkan pengunjung untuk menangkap gambar di dalam museum –karena privatisasi lukisan dan benda dan benda dinilai memiliki nilai ekonomi yang “lebih berharga” dibandingkan museum pada umumnya.
Beragamnya koleksi pakaian, aksesoris, dan berbagai wujud fisik dari hukum dan peraturan (kunci kerajaan, mahkota, dan sebagainya) yang pada masa ini kita kagumi karena keribetannya sebenarnya merupakan sebuah gejala perubahan sejarah yang jelas di masa datang. Majunya peradaban kita semakin meminimalkan apa yang akan kita tinggalkan kemudian hari.
Ambil contoh dalam hal sandang atau pakaian. Ketika semua menjadi lebih sederhana, ketika pakaian menjadi nirmakna, bukan tidak mungkin mereka dari masa yang akan datang tidak mengetahui sejarah berbusana dari kita –menjadi lebih asing dari kita yang mengetahui beda makna per motif batik dan aksesoris mana yang dikenakan para darah biru dan rakyat biasa.
***
Di artikelnya, Doro berpendapat bahwa Museum Ullen Sentalu yang menghadirkan koleksi benda sejarah Mataram Islam tersebut lebih menonjolkan pada citra tokoh perempuan di keraton Yogyakarta dan Solo. Hal ini terlihat dari adanya ruangan khusus untuk tokoh bernama Gusti Nurul. Menurut kami, hal tersebut memang ada benarnya. Koleksi berupa foto, lukisan, patung, dan kain/baju memang lebih banyak memperlihatkan dari segi perempuannya.
Namun museum tersebut tetap memberikan banyak informasi, pembelajaran, dan refleksi yang cukup luas mengenai sejarah Mataram Islam hingga menjadi Yogyakarta dan Solo yang ada saat ini. Selain itu, menurut kami museum ini dengan studi perkotaan sangat berhubungan. Kota bukan hanya mengenai bangunan fisiknya, tetapi juga mengenai sejarah dibalik keberadaan kota tersebut. Dan sejarah tersebut telah dikemas oleh Museum Ullen Sentalu.
Referensi
Agung, SW. 2014. “Menelusuri Sejarah Keraton Jawa di Museum Ullen Sentalu”. https://skalanews.com/berita/intermezo/jalan-jalan/164487-menelusuri-sejarah-keraton-jawa-di-museum-ullen-sentalu . Diakses pada 1 April 2019.
Aprilia, Annisa. 2018. “Jangan Asal Foto di Museum Ullen Sentalu, Hati Hati Diganggu Makhluk Tak Kasat Mata”. https://lifestyle.okezone.com/amp/2018/01/08/406/1842033/jangan-asal-foto-di-museum-ullen-sentalu-hati-hati-diganggu-makhluk-tak-kasat-mata . Diakses pada 1 April 2019.
Daniwati, Doro. 2015. Museum Ullen Sentalu Dalam Perspektif Seni Budaya. Yogyakarta: Journal Of Urban Society’s Arts Vol. 2 No. 2: 123-132.
Fopp, Michael A. 1997. Managing Museums and Galleries. London dan New York: Routledge
Gayatri, Tina. 2019. “Wisata ke Yogya, Bertemu Perempuan Jawa Ayu di Museum Ullen Sentalu”. https://www.inews.id/travel/amp/wisata-ke-yogya-bertemu-perempuan-jawa-ayu-di-museum-ullen-sentalu/437257 . Diakses pada 1 April 2019.
Karismakristi, Pelangi. 2018. “Menjelajahi Kerajaan Mataram di Museum Ullen Sentalu”. https://www.medcom.id/amp/zNA7JV8k-menjelajahi-kerajaan-mataram-di-museum-ullen-sentalu . Diakses pada 1 April 2019.
Kunjana, Gora. 2016. “Ullen Sentalu, Museum Unik di Lereng Merapi”. https://www.beritasatu.com/food-travel/349368-ullen-sentalu-museum-unik-di-lereng-merapi.htm . Diakses pada 1 April 2019.
Lowenthal, David (2015) The Past Is a Foreign Country – Revisited. Cambridge: Cambridge University Press
Prawitasari, Fitri. 2014. “Falsafah Budaya Jawa di Kerimbunan Ullen Sentalu”. https://amp.kompas.com/travel/read/2014/01/05/1939389/Falsafah.Budaya.Jawa.di.Kerimbunan.Ullen.Sentalu . Diakses pada 1 April 2019.
Rizqi. 2017. “Museum Ullen Sentalu, Belajar Sejarah Kehidupan Bangsawan Jawa di Masa Lampau”. https://phinemo.com/museum-ullen-sentalu/amp/ . Diakses pada 1 April 2019.
Wasisto, Hening. 2017. “Tour De Museum Ullen Sentalu dan Diskusi Kebudayaan Bersama Duta Museum Ullen Sentalu”. http://jogja.tribunnews.com/amp/2017/08/04/tour-de-museum-ullen-sentalu-dan-diskusi-kebudayaan-bersama-duta-museum-ullen-sentalu-2017?page=all . Diakses pada 1 April 2019
Wijarnoko, Tulus. 2017. “Mengenal Kehidupan Putera Puteri Keraton di Museum Ullen Sentalu. https://travel.tempo.co/amp/1044761/mengenal-kehidupan-putera-puteri-keraton-di-museum-ullen-sentalu . Diakses pada 1 April 2019.
salah satu museum terbaik di Jogja. Bagus!