top of page

Nur Intan Cahyani : Ibu Tangguh Pengrajin Batik di Tahunan.

Ibu Nur Intan Cahyani seorang ibu rumah tangga yang dikenal baik dalam lingkungan rumahnya, biasa disapa dengan sebutan bu Intan. Beliau yang aktif dalam berbagai kegiatan dan komunitas sosial yang ada di masyarakat seperti Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Kelurahan, Pengrajin Batik dan sebagainya. Ibu Intan yang memiliki dua anak laki-laki dan perempuan merasa tidak berat menjalani kegiatan-kegiatan yang ada di luar rumah. Selain itu, beliau juga memiliki sebuah toko kecil milik pribadi yang menjual bahan-bahan pokok. Beliau suka berkegiatan dengan komunitasnya karena dengan hal tersebut , ibu Intan tidak merasa kesepian di rumah, merasa sangat menikmati di setiap kegiatannya. Bisa bertemu dengan teman-teman di luar sana, menambah pertemanan dan menimba ilmu itu yang dirasakan ibu Intan sekarang dalam menjalani semua kegiatannya. ibu Intan menjadi salah satu Ibu yang mengkordinir ibu-ibu yang lain jika terdapat pelatihan-pelatihan khusus membatik atau pelatihan yang lainnya.Ibu Intan menjadi salah satu pengurus kumpulan ibu-ibu PKK di desanya. Letak rumah ibu Intan ada di Jl. Glagahsari Gang Tahunan Umbulharjo DIY. Hal yang menarik penulis untuk bisa bertemu dan sekedar ngobrol dengan ibu Intan ini ialah, keseharian ibu intan yang bisa dikatakan sebagai ibu modern, yang kreatif, inovatif dan juga mandiri. Kesehariannya yang juga memiliki took dirumahnya, menjadikan ia memiliki tugas untuk membuka tokonya setiap hari diluar kegiatan mengurus keluarga, beliau sangat berbeda bagi penulis karena beliau tidak pernah keluar rumah cukup dengan hal-hal yang tidak berguna, beliau mengusahakan ketika beliau keluar rumah adalah untuk hal yang bermanfaat, seperti kumpul dengan ibu-ibu PKK yang membahas mengenai daur ulang sampah dan sebagainya.


Ibu Intan Membuat Batik Jumputan

Tahunan menjadi sebuah kampung pengrajin batik, batik yang di usung adalah batik jumput, batik yang menggunakan teknik jumput dan berbeda tehnik dalam pewarnaan tidak seperti batik-batik tulis pada umumnya, karena teknik lukisnya di ambil dari pola jumputan yang di buat. Batik sebagai salah satu produk kain nusantara merupakan salah satu warisan dari leluhur bangsa Indonesia yang telah dikenal luas di dunia. Sebagai peninggalan bersejarah yang hingga saat ini tetap dikagumi seluruh lapisan masyarakat, maka potensi batik dapat dipakai untuk mencapai kesempatan terbaik dalam menumbuhkan minat terhadap kain nusantara. Salah satu kain nusantara yang juga strategis untuk dikembangkan adalah kain jumputan, karena lebih mudah dan cepat pembuatannya dari pada batik, kain jumputan akan mudah dipelajari oleh masyarakat. Melalui pelatihan dan pendampingan akan menjadi salah satu metode penumbuhan minat masyarakat dalam mengenal dan mengembangkan potensi kain nusantara.

Hasil pendampingan tersebut menunjukkan bahwa minat kepada batik jumputan tersebut paling menonjol adalah dari motif yang dihasilkannya. Berbagai motif dapat dihasilkan dengan beberapa teknik pembuatan yang relatif mudah dikuasai peserta pelatihan. Sebagai hasil akhir dari upaya ini adalah masyarakat yang semula belum mengenal metode pembuatan kain jumputan ini, hanya dalam waktu dua jam masyarakat dapat menguasai dengan baik dalam menghasilkan berbagai motif kain jumputan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengadakan pelatihan teknik pembuatan kain nusantara kepada masyarakat, karena dalam pembuatannya diperlukan pengetahuan teknik dan keuletan tersendiri. Teknik pembuatan kain jumputan memiliki keunggulan dalam hal kekhasan hasil motif yang cenderung geometris dan memiliki waktu pembuatan yang relatif cepat. Proses membuat kain ini lebih cepat dari pembuatan batik karena beberapa teknik batik seperti menutup kain dengan malam (lilin) tidak dilakukan. Proses menutup kain dengan malam ini pada kegiatan membatik membutuhkan ketekunan tersendiri. Hal ini akan berakibat pada bagian pewarnaan dan motif yang dihasilkannya. Namun pada kain jumputan pewarnaan dihasilkan dari teknik jumput dan ikat yang dapat menghasilkan jenis motif dan warna pada kain tersebut. Dengan demikian pelatihan ini akan memiliki keungulan untuk menjadi teknik tersendiri yang menyenangkan. Proses mewarnai kain juga seperti dengan mencelupkan saja sehingga sangat sederhana. Proses ini akan menjadi sangat menarik dikarenakan peserta pelatihan akan dapat melakukannya sendiri sesuai eksperimen yang diinginkannya.


Pelatihan Membatik


Seperti yang di lakukan oleh ibu Intan dan teman-temannya dalam sebuah wadah di kampungnya, mereka mengikuti pelatihan batik jumput di berbagai kota bersama dengan rekan-rekan ibu yang lainnya yang sangat antusias dalam mngikuti pelatihan batik jumputan tersebut membuat hasil yang di peroleh oleh ibu-ibu cukup lumayan. Hasil batik tersebut kemudian di pasarkan, di jual dan di tampilkan dalam berbagai bazar yang ada. Dalam satu bulan Ibu Intan bisa menghasilkan 2 sampai 3 batik jumputan dalam ukuran 2 meter. Kegiatan yang di lakukan ibu Intan jika sedang santai di rumah sambil menjaga took milik pribadinya. Ia menyambinya dengan membuat batik jumputan di setiap waktunya. Jadi waktunya tidak dihabiskan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat misalkan keluar ke tetangga untuk mengguncing tetangga yang lain. Terkadang, pagi harinya ibu Intan membuat pola di atas kertas manila lalu kemudian dijiplak di atas kain. Setelah itu baru pola di atas kain dijahit jelujur dan diikat dengan menggunakan tali rafia bila menginginkan efek garis lebih tebal. Selain iu bisa juga dengan memanfaatkan media lain seperti manik-manik atau benda-benda yang dapat memberikan efek “jumputan” lainnya. Kemudian keesokan harinya beliau mulai untuk pewarnaan biasanya beliau tidak sendiri melakukan pewarnaan di rumahnya datang banyak ibu-ibu PKK yang lainnya yang juga ingin memberikan pewarnaan pada batik jumputan yang dimilikinya. Dalam pewarnaan ibu Intan tidak sendiri banyak teman yang juga sejiwa dengannya. Hubungan ibu Intan dengan ibu-ibu yang lainnya begitu sangat dekat walaupun ada yang beda kampung namun tetap bisa terjaga, biasanya jika ada waktu luang ibu-ibu mengadakan kumpul bersama biasanya berupa rujakan, makan bersama, dan sebagainya. Terlihat sangat erat hubungan yang ada pada ibu-ibu PKK bersama dengan ibu Intan.

Selain batik jumput, terkadang ibu Intan juga membuat batik lukis sewaktu-waktu untuk menambah wawasannya dan mencoba menerapkan ilmu yang beliau dapat dari pelatihan-pelatihan atau bimbingan yang kadang diadakan dari kecamatan atau kelurahan.. Batik lukis adalah batik yang dibuat dengan teknik melukis atau menggambarkan sesuatu gambar ke atas kain Dalam masalah teknik, batik lukis tidaklah berbeda dengan masalah penciptaan kain batik sebagai bahan sandang. Proses pembuatan batik lukis sama dengan pembuatan batik pada umumnya. Kain putih di beri pola lukisan, dilapisi dengan malam dan diberi warna. Untuk pemberian lilin, pada batik lukis menggunakan kombinasi canting dan kuas. Ibu Intan selain mengikuti pelatihan batik beliau juga mengikuti pelatihan-pelatihan yang lainnya seperti pelatihan membuat roti serbaguna dan mendaur ulang sampah menjadi sebuah kerajinan.

Ketika penulis menyinggung mengenai event yang sempat ada di UGM lebih tepatnya di Fakultas Ilmu Budaya, yaitu Festival Sumba. Ternyata ibu Intan mengetahui acara tersebut dari teman anaknya yang kuliah di UGM. Kegiatan ini melibatkan berbagai pihak yang diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran bagi langkah strategis untuk pemajuan Sumba. Mereka terdiri dari para akademisi berbagai displin ilmu, mahasiswa-mahasiswa Sumba yang belajar di Yogyakarta, para seniman dan professional berbagai bidang, serta alumni Departemen Antropologi FIB UGM. Selain itu, ia juga berharap ada pemajuan kebudayaan, karena merupakan motor perubahan. Saat ini Sumba mulai banyak dibicarakan, berbeda dengan beberapa puluh tahun sebelumnya. Ibu Intan menjelaskan setahu yang beliau dapatkan mengenai Festival Sumba, bahwa festival tersebut sangat menarik sekali karena mengusung tema Sumba. Dari yang Ibu Intan tahu mengenai sumba adalah batiknya yang bagus dan teknik batiknya yang menggunakan bahan-bahan alami membuat Ibu Intan ingin seperti itu dalam melakukan teknik membuat batik. Karena kualitas dan hasil yang di buat dari bahan-bahan alami (pewarnaan) menambah nilai yang terdapat dalam batik tersebut ada. Namun, kelemahannya sangat susah untuk melakukan hal tersebut karena butuh proses atau waktu yang cukup lama dalam membuatnya. Mengumpulkan bahan-bahan alaminya pun tidak cukup mudah. Kebetulan pada Festival Sumba, sempat ada planel yang juga menyinggung dan membahas lebih dalam mengenai budaya dan kearifan local yang ada di Sumba. Salah satunya adalah batik. Memang sangat lama untuk membuat batik yang bagus dari bahan-bahan alami. Lewat kain, manusia mampu mewariskan cerita budaya yang bisa dikenang oleh anak cucu mereka, alias abadi sepanjang masa. Di Sumba banyak sekali bahan-bahan pewarna batik alami yang menjadi eksport terbesar di berbagai Negara, seperti India menjadi ekspor terbesar tanaman pacar air yang di kenal untuk membuat pewarna kuku alami, jika di India menjadi bahan dasar membuat henaa. Kemudian dari kulit rambutan pun bisa menjadi bahan alami pewarna batik yang akan menghasilkan warna coklat agak keorange. Banyak hal sebenarnya yang bisa di jadikan bahan alami pewarnaan namun karena berkembangan tekstil dan industry yang sangat besar mempengaruhi dunia menjadikan orang-orang malas untuk mengola dan lebih memilih untuk memakai pewarna sintesis yang langsung pakai. Daripada harus mengola lama tumbuhan-tumbuhan alami tersebut untuk menjadi pewarna alami. Akhirnya semakin tergerus juga pengrajin yang mau menggunakan bahan-bahan alami untuk pewarnaan batiknya. Karena prosesnya yang lama dan juga perlu banyak proses di dalamnya. Padahal ada benefit yang di dapat jika menggunakan bahan-bahan alami pewarna batik Antara lain :


  1. lebih nyaman untuk digunakan daripada pewarna karena tidak membutuhkan terlalu pemanasan atau dikukus.

  2. Tidak mengandung zat kimia berbahaya yang dapat membahayakan lingkungan atau tubuh manusia setelah membuat kontak dengan air tanah atau udara

  3. Memungkinkan untuk setiap orang untuk menjadi kreatif dan untuk menghias pakaian yang ia inginkan.

  4. Memberikan pakaian dan kain yang unik terlihat cantik menarik.

Bahan pewarna alami umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti kayu, kulit kayu, akar, kulit akar, biji, kulit biji, daun, maupun bunga. Proses pewarnaan dengan menggunakan zat warna alam memang lebih rumit jika dibandingkan dengan menggunakan zat pewarna sintetis. Sebab, prosesnya harus dilakukan berulang kali untuk mendapatkan warna seperti yang diinginkan. Namun warna-warna yang dihasilkan memang cenderung menjadi lembut serta bersifat unik dan eksklusif. Karakteristik dari tumbuhan dan factor lingkungan lah yang mempengaruhinya. Masalahnya, tak semua bahan tekstil bisa diwarnai dengan zat pewarna alam. Bahan yang bisa di gunakan adalah yang berasal dari serat alam seperti sutera, wol, dan kapas (katun). Sedangkan bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester atau nilon tidak memiliki afinitas, atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit diwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari suera umumnya memiliki aktifinitas paling baik terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.



Referensi :

Wardhana. Mahendra. (2016). “Menumbuhkan Minat pada Kain Nusantara Melalui Pelatihan Pembuatan Kain Ikat Celup (jumputan) pada Masyarakat.”


Inayah. Nur. (2012). “Karakteristik Batik Lukis Pragitha Di Gunting Gilangharjo Pandak Bantul.”

コメント


Subscribe

LOGO UGM.jpg
LOGO KEMANT.jpg

Gd. R. Soegondo lt. 5 FIB UGM
Jl. Sosiohumaniora No. 1
Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Crafting Ethnography 

Departemen Antropologi FIB-UGM

  • Twitter

©2018 'Crafting Etnography' Creative Team

bottom of page