top of page

Persekolahan Indonesia : Sekolah Terbuka, Konvensional, Rumah, Alternatif, dan Kejar Paket.

Writer's picture: Indah KustianingsihIndah Kustianingsih

Menurut data yang di ambil dari beberapa sumber di internet seperti Wikipedia misalnya menjelaskan, berawal dari Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi pendudu Hindia Belanda (cikal bakal Indonesia), meskipun terbatas bagi kalangan tertentu yang terbatas. Sistem yang mereka perkenalkan secara kasar sama saja dengan struktur yang ada sekarang, dengan tingkatan sebagai berikut:

* Europeesche Lagere School (ELS) sekolah dasar bagi orang Eropa

* Hollandsch-Inlandsche School (HIS) sekolah dasar bagi pribumi

* Meer Uitgebreid Lager Onderwiis (MULO) sekolah menengah pertama

* Algemeene Middelbare School (AMS) sekolah menengah atas

Secara nasional, penididkan merupakan sarana yang dapat mempersatukan setiap warga negara menjadi suatu bangsa. Melalui pendidikan setiap peserta didik difasilitasi, dibimbing dan dibina untuk menjadi warganegara yang menyadari dan merealisasikan hak dan kewajibannya. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara ini apabila dimiliki secara kolektif akan mempersatukan mereka menjadi suatu bangsa. Pendidikan juga merupakan alat yang ampuh untuk menjadikan setiap peserta didik dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Melalui pendidikan dapat dihilangkan rasa perbedaan kelas dan harus memperoleh perlakuan yang sama. Pendidikan juga dapat menjadi wahana baik bagi negara untuk membangun sumber daya manusia yang diperlukan dalam pembangunan juga bagi setiap peserta didik untuk dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Dalam konteks ini pendidikan mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi integratif, egalitarian, dan berkembang secara optimal merupakan ciri dari masyarakat yang anggotanya bersikap dewasa, yang beradab dan berbudaya. Ketiga fungsi pendidikan ini harus menjadi acuan dan pegangan dalam melaksanakan pendidikan secara nasional. Ini sejalan dengan apa telah yang digarikan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini pendidikan dimaksudkan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Melalui pendidikan seharusnya terjadi proses belajar (dalam arti luas) untuk memperoleh pengetahuan dan kecakapan yang diperlukan dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan, untuk pengembangan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki, dan kemampuan untuk hidup bersama dalam masyarakat majemuk. Pendidikan yang di bahas dalam hal ini ada korelasinya dengan sistem dan tempat, di mana kegiatan itu terlaksana. Pendidikan menjadi hal yang perlu di bahas lebih menyeluruh hingga berujung pada yang namanya sekolah. Sekolah bukan lagi membicarakan sistem, namun lebih kepada organisasi atau wadah untuk anak-anak mendapatkan pendidikan. Tentunya, sekolah ini juga tidak terlepas dari sistem yang di wujudkan dari pendidikan itu sendiri. Seperti pada judul essai ini, tentang persekolahan di Indonesia yang beraneka ragam, terbentuk dari kultur atau alami, belum bisa didapatkan jawabannya.

Nanang Martono menjelaskan di bukunya yang berjudul Sekolah Publik VS Sekolah Privat bahwa sekolah adalah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa/murid di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut negara (dibahas pada bagian Daerah di bawah), tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.

Selain sekolah-sekolah inti, siswa di negara tertentu juga mungkin memiliki akses dan mengikuti sekolah-sekolah baik sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah. TK atau pra-sekolah menyediakan sekolah beberapa anak-anak yang sangat muda (biasanya umur 3-5 tahun). Universitas, sekolah kejuruan, Perguruan Tinggi atau seminari mungkin tersedia setelah sekolah menengah. Sebuah sekolah mungkin juga didedikasikan untuk satu bidang tertentu, seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Alternatif sekolah dapat menyediakan kurikulum dan metode non-tradisional. Adapun macam-macam sekolah :


Sekolah Swasta

Sekolah Non-Pemerintah, yang disebut sekolah swasta. Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi mereka; keagamaan, seperti sekolah Islam, sekolah Kristen, hawzas, yeshivas dan lain-lain, atau sekolah yang memiliki standart pendidikan yang lebih tinggi atau berusaha untuk mengembangkan prestasi pribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembaga-lembaga pelatihan perusahaan dan pendidikan dan pelatihan militer.


Sekolah Negeri


Sekolah Pemerintah Sekolah Pemerintah, yang di sebut sekolah negeri. Sekolah negeri secara umum bisa kita banyak jumpai dalam kehidupan, seperti sekolah SMP, SMA, SMK atau bahkan Perguruan Tinggi Negeri. Kebanyakan dari sekolah pemerintah ini biaya yang di alokasikan paling banyak dari pemerintah mungkin beda dengan sekolah swasta yang alokasi biaya nya banyak di ambil dari anggotanya.

Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. kepala dibantu oleh wakil kepala sekolah. Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung dengan kebutuhannya. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana dalam suatu sekolah mempunyai peran penting dalam terlaksananya proses pendidikan. Diantara nya :A. Sekolah rumah atau kerap dikenal sebagai homeschooling adalah sebuah konsep pendidikan yang berbeda dengan sekolah formal. Konsep ini dahulu dinilai buruk karena mengekang kemampuan anak dalam bersosialisasi, namun baru-baru ini semakin menjamur. Seperti namanya, kegiatan belajar tidak dilaksanakan di tempat formal tetapi di rumah. Murid homeschooling belajar di bawah pengarahan orang tua. Banyak orang tua yang takut untuk memberikan pendidikan jenis ini ke anaknya karena masalah kurikulum dan kemampuan orang tua dalam mengajar. Namun zaman ini kendala tersebut sudah dapat diatasi. Kurikulum pun dapat dengan mudah diakses untuk dipelajari. Orang tua yang tidak berani untuk mengajar sendiri juga dapat menyewa guru atau tutor privat. Contohnya kamu bisa menyewa guru atau tutor privat dengan ruang guru. B. Sekolah Konvensional, yakni sekolah yang kita kenal selama ini, ada wujud gedung yang dibangun khusus untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan. Siswa dari sekolah jenis ini, biasanya masuk pada jam-jam tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola sekolah. Siswa diarahkan masuk kelas masing-masing untuk melaksanakan pembelajaran. Siswa peserta didik kemudian pulang ke rumah masing-masing setelah mendapat pembelajaran sesuai jam yang telah ditentukan. Tetapi ada pula sekolah jenis ini yang siswanya diasramakan, misalnya sekolah-sekolah dilingkungan pondok pesantren. Hingga saat ini, Sekolah Konvensional, seperti halnya SD/MI, SMP/MTs, SMU/SMK/MA yang dikemas dalam satu unit lingkungan sekolah, dinilai sebagai bentuk sekolah yang paling ideal oleh sebagian pemerhati pendidikan. Di dalamnya ada Perpustakaan, Koperasi Sekolah hingga kantin dan tempat parkir kendaraan serta tempat ibadah. Di lingkungan sekolah ini, para siswa dididik selama sekitar enam jam dalam sehari, kecuali pada hari-hari libur. Di luar jam sekolah tersebut, siswa berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat.C. Sekolah jenis ini belum diterapkan. Sekolah jenis ini bisa kita sebut sebagai Sekolah Berbasis Teknologi Internet (SBTI). Dengan sekolah jenis ini, siswa tidak perlu pergi ke sekolah setiap hari seperti halnya sekolah konvensional. Siswa melakukan proses pendaftaran sebagai siswa dan pembelajaran langsung melalui media internet.D. Kelompok Belajar atau Kejar adalah jalur pendidikan nonformal yang difasilitasi oleh Pemerintah untuk siswa yang belajarnya tidak melalui jalur sekolah, atau bagi siswa yang belajar di sekolah berbasis kurikulum non pemerintah seperti Cambridge, dan IB (International Baccalureate). Kegiatan belajar fleksibel, maksudnya tidak penuh belajar 1 minggu penuh hanya dengan pertemuan 3 kali dalam seminggu. Kegiatan Belajar dibagi 2 kelompok usia yaitu Usia Dewasa artinya di luar usia belajar Formal, tetapi dapat melanjutkan di Pendidikan PNFI yang diselenggarakan oleh Kelompok Belajar Masyarakat dalam bentuk PKBM, Yayasan, LSM dan Lembaga Sejenisnya. Untuk Usia Dewasa mengikuti jenjang belajar selama 4 Semester (2 tahun , sedangkan yang masih Usia Belajar mengikuti Kegiatan Belajar selama 6 Semester (3 tahun). Warga Belajar yang LULUS dari Paket B untuk melanjutkan ke Paket C dengan rata-rata Nilai 7,0 dapat mengikuti KBM 4 semester tetapi masuk pada katagori Usia Dewasa, Tetapi yang masih Usia Belajar tetap mengikuti 6 semester. Sekolah Kejar Paket dibagi menjadi: Sekolah Kejar Paket A setara dengan SD, Kejar Paket B setara tingkat SLTP dan Kejar Paket C setara SMU/SMK/MA. Sebagaimana siswa atau pelajar dari sekolah pada umumnya, peserta kejar Paket A, paket B maupun paket C dapat mengikuti Ujian Kesetaraan.Ujian kesetaraan diselenggarakan dua kali dalam setahun, yaitu bulan Juli dan Oktober. Setiap peserta yang lulus berhak memiliki sertifikat (ijazah) yang setara dengan pendidikan formalnya. Ijazah Sekolah Kejar Paket A setara dengan ijazah SD, ijazah Kejar Paket B setara ijazah tingkat SLTP dan ijazah Kejar Paket C setara ijazah SMU/SMK/MA.E. Sekolah Terbuka adalah salah satu bentuk sekolah yang dikembangkan oleh pemerintah. Sekolah jenis ini biasanya berkantor di Sekolah Konvensional yang sudah ada sebelumnya. Antara Sekolah Konvensional dan Sekolah Terbuka pada dasarnya sama dari sisi proses pendaftaran, bahan pelajaran dan ujian. Perbedaan pokok antara Sekolah Konvensional dan Sekolah Terbuka adalah terutama dari sisi jumlah pertemuan antara tenaga pengajar atau guru dengan murid. Kalau pada Sekolah Konvensional antara guru dan murid ada tatap muka setiap hari, kecuali pada hari libur. Sedangkan pada Sekolah Terbuka antara guru dan murid tidak ada tatap muka setiap hari. Murid pada Sekolah Terbuka lebih mandiri dalam mempelajari bahan-bahan pelajaraDari lima macam sekolah tersebut, kemudian muncul beberapa hal yang menjadi mimpi buruk untuk anak-anak yang memiliki sistem belajar yang berbeda-beda ini, ada yang dengan sistem belajar homeschooling yang tingkat adaptasi dengan sesamanya lebih kecil, tingkat berkomunikasi dengan sebayanya pun lebih minim. Dibandingkan dengan sekolah konvensional yang memiliki banyak kelas dan jangka waktunya pun jelas, kapasitas mereka untuk berkomunikasi dengan yang lain pun sangat cukup, bahkan mulai teman nya teman pun akan ikut kenal dan hafal. Pengalaman yang di dapatpun juga pastinya akan berbeda.Di lain mungkin homeschooling menjadi julukan sekolahnya orang kaya dan orang yang tidak suka bergaul dengan sembarangan kawan, apa tidak akan sulit untuk menyatukan keduanya? Antara anak dengan sekolah homescholing dan konvensional. Walaupun tidak terlalu susah untuk mengaturnya hal tersebut tetap harus di perhatikan dengan khusus karena dengan adanya kesejenjangan sosial yang cukup nampak, entah dari pembayarannya harga sekolahnya, atau tentang sistem yang di dapat oleh mereka dengan cara yang berbeda beda. Hal tersebut yang menjadikan pertanyaan. Kenapa sekolah di Indonesia tidak di sama ratakan semua? Agar tidak menumbuhkan resiko untuk terjadinya kesenjangan sosial.


Keseimpulan :Dengan adanya sekolah yang bermacam-macam dengan sistem yang bermacam-macam pula itu justru malah akan menjadi kesenjangan yang terjadi antar anak-anak dan kawan nya. Karena, mereka belajar dengan menggunakan sistem yang berbeda-beda. Akan lebih bagus sepertinya jika seluruh sekolah di Indonesia itu di samakan entah dari sistem atau dari pengelolaan bentuknya, agar tidak terlalu menumbuhkan kesenjangan itu sendiri terlepas dari hal-hal atau akibat yang lainnya jika itu di terapkan. Referensi :


_________. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : PT. IMPERIAL BHAKTI UTAMA.

Martono, Nanang. 2017. Sekolah Publik VS Sekolah Sekolah Privat. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor.

Syaiful. Moh. Dkk. 2012. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah.

183 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Subscribe

LOGO UGM.jpg
LOGO KEMANT.jpg

Gd. R. Soegondo lt. 5 FIB UGM
Jl. Sosiohumaniora No. 1
Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Crafting Ethnography 

Departemen Antropologi FIB-UGM

  • Twitter

©2018 'Crafting Etnography' Creative Team

bottom of page