top of page

Sanggar Seni Melayu Anak Jalanan (SAR-SEMAN)

Writer's picture: Argitha AricindyArgitha Aricindy

Komunitas Kelas Kreatif dan Pariwisata untuk Anak Jalanan Berbasis Kesenian Tradisional Melayu di Kota Pekanbaru sebagai Strategi Pengemb angan Provin si Riau menjadi Homeland Of Melayu untuk Mempromosikan Pariwisata di Indonesia



Persaingan bebas di level ASEAN sudah di depan mata. Hal ini dikarenakan sekarang kita berada dalam Asean Economic Community. Kebijakan tersebut menuntut setiap negara menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menjawab tantangan pasar bebas ini. Sekarang tidak ada lagi sekat pembatas untuk memasuki suatu wilayah tertentu sehingga persainganpun semakin ketat. Oleh karena itu, komunitas masyarakat ekonomi ASEAN harus dipandang sebagai peluang dan tantangan. Artinya bangsa Indonesia harus menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Tujuannya agar mampu memberikan kesejahteraan bagi bangsanya sendiri. Sama halnya dengan Provinsi Riau tengah berbenah diri untuk menyiapkan segala aspek untuk mampu bersaing dan bertahan dalam kancah ekonomi bebas ASEAN ini.


Aspek strategis yang mampu menarik perhatian dunia yaitu mengembangkan kesenian tradisional sebagai warisan budaya endemik yang menjadi khas provinsi Riau dan hanya tersedia di provinsi Riau. Tapi akhir-akhir ini kebudayaan tradisional semakin luntur

dan luput dari perhatian karena generasi penerus semakin disibukkan dengan budaya barat, Korea, dan Bollywood (India) sehingga beberapa kesenian tradisional semakin terlupakan. Kota Pekanbaru sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian sudah seharusnya bertanggung jawab akan kelestarian kesenian tradisional melayu. Untuk itu di sini penulis memiliki gagasan dalam mengatasi masalahketidakharmonisan antara budaya dengan persaingan pasar bebas ASEAN dengan mengembangkan “SAR-SEMAN” sanggar seni melayu anak jalanan sebuah komunitas kelas kreatif dan pariwisata berbasis kesenian tradisional melayu di kota Pekanbaru sebagai strategi pengembangan provinsi Riau sebagai homeland of melayu untuk meningkatkan promosi pariwisata di Indonesia. Sebagaimana kita tahu anak jalan merupakan anak yang belum tersentuh pendidikan karena rendahnya pendapatan orang tua dan kerasnya persaingan kehidupan di kota besar layaknya kota Pekanbaru.


Menurut Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru sepanjang tahun 2013 tercatat sebanyak 522 orang anak jalanan, 151 orang gepeng, 5.640 anak terlantar, 650 anak nakal dan 17.555 keluarga fakir miskin. Terdapat fakta yang menyayat nurani, katanya “Indonesia adalah tanah surga, tongkat kayu jadi tanaman,” tapi kenyataannya hidup di bawah garis kemiskinan dan jauh dari pendidikan adalah sebuah realita pahit yang mesti mereka terima. Sehingga anak-anak jalanan sudah menjadi tanggung jawab kita memberikan mereka perhatian dalam bentuk pendidikan, pengajaran, dan pelatihan agar memiliki keahlian yang bisa menghasilkan, salah satunya dengan mengembangkan sanggar kesenian tradisional melayu untuk menghidupkan kembali kesenian melayu dan memperkenalkannya ke dunia internasional melalui pariwisata.



Kelas Kreatif Anak Jalanan


Kelas kreatif adalah pelaku ekonomi yang mengembangkan dan mengontribusikan inovasi, dan kreativitas dalam pekerjaannya. Kelas kreatif dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu: (1) kelas kreatif professional dan (2) kelas kreatif informal (Richar Florida, 2002). Pada umunya orang yang bekerja di kelas kreatif mampu untuk menghasilkan karya yang lebih optimal, hal ini didukung oleh rasa ingin tahu yang dalam dan rasa cinta terhadap kesenian. Pekanbaru sebagai pusat perekonomian yang memiliki warisan budaya seperti songket, aksesoris khas, dan kesenian (tari, lagu daerah) yang dapat dipadukan dalam pendidikan yang akan diajarkan kepada anak-anak jalanan. Pembangunan mindset tentang perubahan jiwa pengamen, ngasong atau ngemis penting ditanamkan. Penanaman mindset ini dengan melakukan pendekatan dan pelatihan yang intensif mengenai kesenian dan kebudayaan melayu sehingga kesenian yang dihasilkan oleh para pengamen jalanan lebih berkualitas dan dapat ditampilkan dalam acara yang lebih bergengsi.



Keanekaragaman budaya ini masih belum dapat dikembangkan secara kreatif dan baik, sehingga masih stagnan dan berjalan di tempat. Hal ini senada dengan kasus Kawasan Bandar Seni Raja Ali Haji yang dinyatakan sebagai pusat kebudayaan Riau, tidak terurus sebagaimana mestinya (riaukepri.com). Kasus ini merupakan kasus yang melanda pariwisata ekonomi kreatif di Indonesia. Apabila pemerintah dapat menangani permasalah anak jalanan dengan melakukan kelas kreatif sehingga dapat mengembangkan potensi kebudayaan dan kesenian tradisional dengan baik, dan hal tersebut akan berdampak pada jumlah wisatawan asing yang akan datang ke Indonesia.


Kelas Pariwisata dan Kesenian Tradisional

Kelas pariwisata sebagai ajang dan tempat memperkenalkan objek pariwisata, lokasi, akses dan transportasi serta tempat belanja souvenir. Dalam kelas ini anak jalanan diberi pengetahuan tentang pariwisata kota Pekanbaru sebagai ajang mereka untuk memperkenalkan kesenian tradisional seperti tari tradisional atau pertunjukan alat musik, lagu daerah, dan pentas gurindam . Proses ini bertujuan agar perkenalan budaya dan kesenian daerah melayu dikemas dalam sebuah pertunjukkan yang elegan, sehingga dapat menghasilkan tanpa harus mengamen atau mengemis.


Sektor pariwisata dan kesenian tradisional memegang urutan teratas sebagai salah satu sektor yang berpotensi untuk dikembangkan dalam menghadapi pasar bebas ASEAN. Kesenian tradisional melayu sampai saat ini belum dapat berkembang dengan baik, hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (1) Solidaritas yang tinggi terhadap kelompok

pergaulannya, hal ini berkaitan dengan rasa gengsi dan cenderung memilki kepribadian yang kurang berintegritas. (2) Arus modernisasi, era globalisasi memunculkan kesenjangan antara kesenian tradisional dan hal-hal yang bersifat modren. Anak-anak dengan adanya fasilitas seperti internet, televisi, radio, majalah yang banyak menampilkan kebudayaan asing, hal ini membuat anak-anak meniru gaya kebudayaan asing tersebut dan lupa akan warisan budayanya.




Kegiatan Di Sanggar Seni Melayu Anak Jalanan (SAR-SEMAN)

Sanggar seni melayu merupakan rumah singgah untuk anak jalanan yang tidak mampu dan kurang mendapatkan pendidikan tentang kesenian tradisional melayu. Di sanggar ini, anak jalanan akan mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang memainkan alat musik, menari, membuat cendramata sederhana melalui beberapa kegiatan yang aplikatif dengan metode dan media yang beragam sehingga anak jalanan tertarik untuk mempelajari kesenian tradisional melayu. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di SAR-SEMAN (Sanggar Seni Melayu Anak Jalanan) adalah: Edukasi tentang asal usul, sejarah, dan jenis kesenian tradisional melayu seningga anak-anak memiliki pengetahuan dasar tentang kebudayaan melayu. Permainan kesenian tradisional melalui pentas seni dan pertunjukan sehingga jiwa seni anak jalanan semakin bagus. Memberikan pelatihan keahlian seperti mengoperasikan komputer, belajar bahasa inggris dasar, cara pentas seni yang menarik dan perilaku hidup sehat.


KESIMPULAN

Kelas kreatif dapat dikatakan sebagai salah satu indikator keberhasilan perekonomian dan pengembangan budaya Indonesia dalam persaingan pasar bebas ASEAN, mengingat bahwa Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan melayu pemerintah harus mengoptimalisasikan keuntungan tersebut untuk memperkenalkan seluruh kebudayaan dan kesenian tradisional melayu dalam ruang lingkup internasional. Agar dapat merealisasikan tujuan tersebut pemerintah harus melakukan (1) Membentuk lembaga yang mengurus pemberian kepelatihankesenian dan keahlian kepada anak jalanan, (2) Mengembangkan infrastrukturyang terkait dengan kesenian tradisional, (3) Membuat pameran budaya melayukarya seni tradisional Indonesia di kawasan ASEAN. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat mengapresiasi karya dan kreatifitas anak bangsa, seniman, aktor kelas kreatif, dan masyarakat untuk melestarikan kebudayaan Indonesia.


Daftar Pustaka

Dewi, Deslin Pramudita dkk, 2014, Analisis Lingkungan Tempat Tinggal Anak Jalanan Di Kota Pekanbaru, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau.

Florida, R. 2002. The Rise of The Creative Class: and How it’s Transforming Work, Leisure, Community and Everyday Life. Basic Books.

Pemkab Riau. 2014. Benarkah Pemerintah Membutuhkan Seniman.

http://www.riau-kepri.com.

13 views0 comments

Recent Posts

See All

Bình luận


Subscribe

LOGO UGM.jpg
LOGO KEMANT.jpg

Gd. R. Soegondo lt. 5 FIB UGM
Jl. Sosiohumaniora No. 1
Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Crafting Ethnography 

Departemen Antropologi FIB-UGM

  • Twitter

©2018 'Crafting Etnography' Creative Team

bottom of page