top of page

Transformasi Relasional SKKK dan Mahasiswa UGM Pasca Orde Baru

Updated: Jul 3, 2019


Athif Tsabit P, Shafira Apriliana H, Ali Akbar


Jatuhnya rezim orde baru menjadi titik balik bagi segala transformasi relasional di Indonesia. Transisi dari rezim otoriter ke yang lebih liberal mengakibatkan lepasnya beberapa tata nilai dalam masyarakat. Salah satu pengaruhnya dapat dilihat dalam transformasi yang terjadi pada relasi antara SKKK dan Mahasiswa UGM. Gerakan mahasiswa pada akhir rezim orde baru menjadi penyebab dari terjadinya transformasi relasi ini. Pihak mahasiswa menegaskan bahwa gerakan mahasiswa merupakan gerakan moral yang dibangun untuk menegakkan keadilan dan mengembalikan keadilan, sedangkan pihak otoriter memiliki kecurigaan adanya tunggangan pihak luar di balik gerakan mahasiswa (Usman, 1999). Segala pergerakan pada akhir rezim orde baru lantas menjadi memori kolektif yang dimiliki oleh mereka yang menjalaninya, menyaksikannya, maupun mendengar ceritanya.


Tanpa adanya ruang publik yang mewadahinya, memori tersebut tetap hidup di dalam diri tiap individu yang memang terlibat maupun sekedar mengetahui ceritanya. Seperti yang terdapat dalam tulisan Abidin Kusno (2009), peristiwa pada akhir rezim orde baru memiliki implikasi bagaimana jalinan antara memori kolektif, keberadaan suatu ruang, serta konstruksi identitas dapat terbentuk. Dalam kasus ini, memori kolektif yang dimiliki oleh mahasiswa UGM dan SKKK tetap melekat, khususnya karena ketiadaan ruang publik yang mewadahi memorinya. Pasca terjadinya segala peristiwa yang melibatkan SKKK dan mahasiswa UGM, terdapat perubahan relasi yang diakibatkan oleh trauma maupun wacana ketakutan dan ketidakpercayaan. Lantas dalam tulisan ini, kami mencoba untuk membahas bagaimana memori kolektif atas suatu peristiwa menjadi titik balik dari transformasi relasional antara SKKK dan mahasiswa UGM.


PK4L dan SKKK UGM

PK4L adalah unit penyelenggara dan koordinator bidang keamanan, ketertiban, kesehatan kerja, dan lingkungan pada kampus UGM. Sementara itu, SKKK merupakan singkatan dari “Satuan Keamanan dan Keselamatan Kampus”, semacam satpam yang dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada. Menurut Pak Arif Nurcahyo, kepala PK4L (Pusat Keamanan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan) UGM, SKKK UGM sendiri merupakan bagian dari PK4L UGM yang tentunya bertugas pada bidang keamanan dan ketertiban, sesuai dalam Peraturan Rektor UGM No. 3 Tahun 2016 dan dibagi pada tiga sub-bidang yakni Jagawana, Wilayah Barat, dan Wilayah Timur.


Sebagai penyelenggara bidang keamanan, SKKK UGM memiliki beberapa tugas khusus seperti: tugas lidik, pengamanan VIP dan pengamanan khusus. Tugas pengamanan ini berfungsi sebagai ujung tombak pelayanan yang selalu dihadapkan pada resiko tertentu. SKKK UGM mendapat pembinaan profesi dari dari Polda DIY dan Satuan Brimob Polda DIY, kegiatan pembinaan profesi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam merencanakan sistem pengamanan di lingkungan kantor pimpinan universitas; meningkatkan kemampuan dalam tindakan pengamanan kegiatan pimpinan universitas; meningkatkan kemampuan pengawasan terhadap sivitas akademika, dan perlindungan aset universitas. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh SKKK dalam rangka peningkatan sumber daya manusianya adalah dengan melakukan pelatihan penanggulangan dan penanganan bahaya kebakaran ("SKK UGM Gelar Pelatihan Penanggulangan dan Penanganan Bahaya Kebakaran | Universitas Gadjah Mada", 2019).


Pengalaman SKKK UGM Berinteraksi dengan Mahasiswa UGM

Ada tiga orang SKKK yang menjadi narasumber kami dalam mencari tahu bagaimana pengalaman mereka sebagai satpam kampus UGM, yakni Mas Rendra (32 tahun), Mas Feryadi (43 tahun), dan Mas Suwanto (39 tahun). Mereka semua menceritakan suka duka dan berbagai dinamika yang dialami selama menjadi SKKK UGM dengan semangat pada kami. Ketiga orang tersebut sepakat pada rasa senang tersendiri ketika akrab dengan para mahasiswa, bagi mereka interaksi sederhana meski hanya sekedar saling menyapa saja sudah membuat hari mereka menjadi lebih menyenangkan. Mas Rendra sendiri banyak bercerita tentang kesenangan yang ia dapatkan ketika banyak mengobrol dengan mahasiswa karena menambah wawasan dan pertemanan. Sementara itu, Mas Suwanto menceritakan rasa suka yang ia dapat ketika telah memberi pelayanan yang prima pada mahasiswa dan ada timbal baliknya (keramahan dari mahasiswa tersebut) seperti pada saat telah dibantu merapikan motor dan membantu mengeluarkan motor di parkiran. Selain itu, mereka juga senang ketika menegur dengan sopan mahasiswa saat melakukan kesalahan dan mahasiswanya juga sadar kalau salah dan meminta maaf. Artinya, ada perasaan senang karena komunikasinya tersampaikan.


Perbincangan mulai menarik kala memasuki bagian duka mereka menjadi SKKK UGM. Sedikit sekali porsi mereka dalam bercerita mengenai duka atau keluhan mereka yang terkait dengan pekerjaan mereka sebagai satpam kampus ini seperti yang mereka sebutkan karena capek, dibutuhkan mendadak untuk bertugas, dan sebagainya. Apalagi Mas Feryadi menceritakan kalau saat ini duka menjadi SKKK UGM terkait pekerjaannya saja malah cenderung minim, apalagi sejak tahun 2010 di mana gaji mereka yang masih honorer dan yang sudah PNS tidak ada perbedaan yang signifikan.


Mas Suswanto ketika ditemui di Pos Penjagaan Kantung Parkir Pujale

Sedikitnya mereka dalam bercerita–-mengeluh--soal pekerjaannya menjadi hal yang menarik seperti yang kami katakan sebelumnya. Ketiga SKKK tersebut justru banyak curhat ataupun sambat pada kami mengenai relasi mereka dengan mahasiswa, terutama pada mahasiswa belakangan ini. “Ket jamane cah-cah opo iki? Milenial udu to?” tanya Mas Feryadi pada kami sambil tertawa lepas saat berbincang bersama. Semua keluh kesah tentang relasi mereka dengan mahasiswa ini sesungguhnya sangatlah panjang, banyak detail-detail kecil yang masing-masing dari mereka alami selama bertahun-tahun menjadi SKKK UGM, namun dalam tulisan singkat ini kami hanya akan menulis inti-inti dari keluhan yang mereka sampaikan soal relasi mereka dengan mahasiswa UGM, lingkungannya bekerja.


Terdapat perubahan sifat mahasiswa saat ini dengan yang dahulu, dalam hal relasi antara mahasiswa dengan SKKK UGM sebagai satpam kampus. Ketiga SKKK ini sepakat kalau mahasiswa yang dahulu, sejak sebelum tahun 1998 hingga sekitar tahun 2005 lebih enak untuk diajak mengobrol, mudah untuk akrab atau gathuk, serta dapat saling menghormati dan menghargai pada para SKKK. Bagi mereka, semakin kesini – meski tidak semuanya juga – mahasiswa cenderung semakin individualis, susah dinasehati, menyepelekan SKKK, dan tidak sopan, “ora nguwongke uwong” menurut Mas Rendra. Ia juga menambahkan kalau mahasiswa yang bandel, ngeyel, dan tidak bisa dinasehati semakin banyak. “Dikandani malah diwalik njuk nglunjak, tur nek kene meh melu atos yo angel mergo posisine lak dadi kudu dadi pengayom, tur nek ngene terus lak yo mangan ati to mas?” ungkap Mas Suswanto pada kami.


Persoalan tersebut Mas Suswanto beri contoh soal perkara motor yang ditinggal di kantong parkir melebihi jam operasional, padahal informasi soal jam operasional sudah diberi tahu dan terletak di berbagai tempat di setiap kantung parkir yang ada di UGM. Mereka menceritakan soal ini lebih lanjut dan meminta agar kami juga menceritakan pada teman-teman yang lain agar mereka paham dan dapat memahami mengapa SKKK suka menegur persoalan ini. Rupanya motor yang ditinggal lebih dari jam operasional menjadi tanggung jawab SKKK yang menjaga kantong parkir tersebut dan harus dibuatkan laporan, dicatat registrasi motornya dalam buku acara, dan menguncinya dengan rantai. Selanjutnya, seringkali mereka justru dikata-katai oleh mahasiswa yang memiliki motor yang telah dikunci karena melebihi jam operasional parkir meski mereka sudah berupaya untuk menjelaskan alasan penguncian tersebut, namun mereka hanya bisa sabar menghadapinya dan mengingat posisinya sebagai pengayom, susah bagi mereka untuk dapat meluapkan emosinya. Mengayomi tetapi makan hati. Bahkan pihak SKKK UGM pun berupaya meningkatkan kualitas patroli malam hari ("SKKK UGM Perketat Patroli Malam Hari | Universitas Gadjah Mada", 2019).


Dinamika Profesi Satpam di Indonesia, Pemisahan ABRI, dan Pengaruhnya Pada Relasi Mahasiswa dengan Satpam Kampus

Kami menemui Pak Arif Nurcahyo, kepala PK4L UGM di kantor induk PK4L UGM dekat dengan Gedung Pusat UGM untuk berdiskusi dan mencari sebab terjadinya perubahan relasi antara satpam dan mahasiswa, khususnya mahasiswa UGM dengan SKKK UGM. Beliau sendiri merupakan alumni dari Fakultas Psikologi UGM yang kuliah dari tahun 1983 hingga 1992, selama masa kuliahnya Ia aktif di UKM Keroncong di Gelanggang Mahasiswa UGM dan kemudian menjadi polisi, hingga saat ini berpangkat sebagai Komisaris Besar Polisi.


Dalam perbincangan kami dengan beliau, Ia menceritakan mengenai dinamika profesi satpam/SKKK UGM sejak saat Ia masih kuliah hingga kini dan juga cerita-cerita dari pengalamannya dengan SKKK UGM saat masih menjadi mahasiswa UGM. Diawali dengan pemahaman bahwa posisi satpam pada masa orde baru merupakan pengamanan swakarsa (pengamanan yang diadakan sendiri oleh pihak kampus), pada masa orde baru fungsi dan peran satpam itu menjadi ‘kepanjangan tangan’ dari pemerintah atau ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Satpam sebagai binaan polisi – yang saat itu menjadi satu dengan ABRI – menjadi apa yang disebut sebagai ‘kepanjangan tangan’ tadi. Sehingga, menurut Pak Arif Nurcahyo, dahulu satpam itu sangat disegani karena SKKK UGM mempunyai dua majikan, yakni UGM sendiri dan sekaligus membina fungsi ABRI.


Posisi satpam tersebut membuat satpam menjadi mediator antara mahasiswa dengan pihak kampus maupun pemerintah dan ABRI. Pak Arif Nurcahyo mengatakan “Jadi mahasiswa cenderung mengambil hati, paham kalau SKKK punya dua majikan jadi pendekatan kita sebagai mahasiswa pada saat itu cenderung secara kekeluargaan dan emosional sehingga yang terjadi adalah kompromi.” Contoh yang beliau berikan adalah jika saat itu mahasiswa akan melakukan demo, maka akan memberitahu pihak SKKK tidak hanya menggunakan surat namun juga secara lisan – dengan srawungan – dan berkompromi bersama mengenai waktu, tempat, jumlah massa, dan sebagainya hingga meminta perlindungan. Begitu juga jika ada operasi dari ABRI atau pemerintah, maka mahasiswa diam-diam juga akan diberi tahu – dibocorkan – oleh SKKK agar mahasiswa berhati-hati, jangan berkumpul dahulu, menghindari tempat tertentu, dan sebagainya. Hubungan baik antara mahasiswa dengan SKKK UGM sebagai satpam kampus tersebut menjadi dekat dan memiliki romantisme tersendiri.


Arif Nurcahyanto kepala PK4L UGM ketika ditemui di kantor induk PK4L UGM dekat dengan Gedung Pusat UGM

Ketika ABRI dipisahkan dan polisi tidak lagi tergabung dalam ABRI, satpam kemudian tidak lagi menjadi ‘kepanjangan tangan’. Satpam kemudian hanya sekedar dapat mendapatkan pelatihan dari polisi ("30 Anggota PK4L UGM Mengikuti Pelatihan Purbajaga | Universitas Gadjah Mada", 2019). "Sejak pemisahan tersebut, satpam bukan lagi pamswakarsa sehingga tindakan pengamanannya menjadi terbatas, serta pencegahan dan penindakan yang menjadi terbatas juga (tidak boleh melakukan suatu penyelidikan serta langkah yang diambil satpam tidak berkekuatan hukum)” ujar Pak Arif Nurcahyo. Kami rasa inilah poin penting yang kemudian dapat merubah relasi antara mahasiswa dengan SKKK dan juga sebaliknya.


Pasca pemisahan ABRI membuat status satpam lebih legal dan jelas tapi peranan menjadi terbatas – kebalikan dari sebelumnya – sehingga kewibawaan menjadi profesi satpam menjadi 'menurun'. Pak Arif Nurcahyo mengatakan, “Secara institusional jadi paling bawah dan di masyarakat sering dianggap sebelah mata.” Peristiwa pemisahan ABRI membuat satpam kampus/SKKK UGM tidak lagi memainkan peran menjadi mediator antara mahasiswa dan kampus, apalagi pemerintah.


Hasil dari diskusi kami, menemukan fenomena di mana perubahan kebijakan mengubah tata nilai dan perubahan tata nilai berpengaruh pada bagaimana attitude kita menganggap sebuah institusi. Demokratisasi pasca reformasi, polisi dipisah dengan ABRI, orang cenderung menjadi bebas melakukan apa saja dengan alasan kebebasan demokrasi. Bebas memperlakukan karyawan, satpam, dan sebagainya sehingga etika menjadi berkurang. Demikian juga pada pemaknaan pada profesi disekitarnya, termasuk mahasiswa UGM memaknai SKKK UGM. Seperti yang disampaikan oleh Pak Arif Nurcahyo sebelumnya soal dahulu ketika mau mengadakan kegiatan seperti demo, ada negosiasi dan kompromi antara mahasiswa dan SKKK UGM. Administrasi prosedur sedikit diabaikan karena 'hubungan baik' antar keduanya, berbeda dengan masa kini ketika sudah mengajukan surat merasa sudah beres.


Dinamika profesi satpam khususnya SKKK UGM yang saat ini sering dianggap sebelah mata apalagi didukung dengan cerita dari tiga orang SKKK UGM yang kami temui tersebut menunjukkan pengaruh dari profesi satpam yang saat ini status dan posisinya sudah jelas namun justru membuat relasi antara mahasiswa dengan satpam tersebut menjadi dangkal karena kewibawaan sosial profesi satpam setelah tidak menjadi ‘kepanjangan tangan’ ABRI/pemerintah menjadi rendah. Dahulu lebih banyak ruang komunikasi dan relasional antara subyek dan subyek sehingga dapat saling nguwongke, namun kini relasi antar keduanya cenderung menjadi subyek dan obyek, dan berlaku di antara mahasiswa dengan SKKK UGM dan sebaliknya juga. Pergeseran nilai hubungan tersebut membuat relasi antar keduanya yang dahulu relasional menjadi transaksional, seperti mahasiswa merasa sudah membayar dan menuntut hak, sehingga cenderung mengobjektifikasi SKKK UGM.


Hubungan transaksional tersebut artinya ada pertukaran, kalau tidak ada keuntungan maka akan ditinggalkan. Sementara dahulu tidak mikir untung rugi dan pertukaran apapun karena hubungan yang terbentuk adalah relasional dan memiliki timbal balik, hasil srawung antara subyek dengan subyek. Pak Arif Nurcahyo sendiri merasa dibutuhkan relasi yang melibatkan emosi yang ada untuk meningkatkan derajat dan status SKKK UGM di kalangan mahasiswa UGM serta satpam pada umumnya. Menggunakan romantisme masa lalu – romantisme diluar relasi formal – seperti yang dahulu pernah berlaku untuk mengembangkan anggapan bahwa satpam adalah sebuah profesi yang mulia dan seharusnya dihargai seperti profesi lainnya, dan dari peran pekerjaan seperti satpam juga mengantarkan seseorang menjadi orang yang berpendidikan ("Satpam UGM Sukses Kuliahkan 4 Anak Terima Penghargaan Keluarga Hebat | Universitas Gadjah Mada", 2019).


Transformasi Relasional antara SKKK dan Mahasiswa UGM

Berbincang dengan pihak SKKK serta mengobservasi sikap mahasiswa terhadapnya membuat kami menyadari bahwa orde baru tidak hanya menjadi titik balik bagi transformasi nasional yang bersifat makro, namun juga menjadi titik balik bagi transformasi relasional yang bersifat makro. Hal ini berakar dari ditaklukkannya wacana ketakutan atas sosok otoriter melalui adanya gerakan mahasiswa pada akhir rezim orde baru, selaras dengan tulisan Abidin Kusno (2009) dalam “Ruang publik, identitas, dan memori kolektif: Jakarta pasca-soeharto”. Memori kolektif yang dimiliki oleh SKKK maupun mahasiswa menimbulkan perubahan dari dalam diri mereka dalam menyikapi satu sama lain, meski hanya satu pihak yang cenderung merasa dirugikan. Menarik bagi kami bagaimana relasi antara keduanya yang sebelumnya memiliki keakraban kemudian menjadi sebatas transaksional dan memainkan peran masing-masing. Lantas, dapat kami simpulkan bahwa perubahan dinamika relasi antara SKKK dan mahasiswa UGM berakar dari memori kolektif yang membentuk pola pikir tertentu.

Referensi:

1. 30 Anggota PK4L UGM Mengikuti Pelatihan Purbajaga | Universitas Gadjah Mada. (2019). Retrieved from https://ugm.ac.id/id/berita/15934-30-anggota-pk4l-ugm-mengikuti-pelatihan-purbajaga

2. Kusno, A., Budiman, M., & Kurnia, L. (2009). Ruang publik, identitas, dan memori kolektif: Jakarta pasca-soeharto. Ombak.

3. Satpam UGM Sukses Kuliahkan 4 Anak Terima Penghargaan Keluarga Hebat | Universitas Gadjah Mada. (2019). Retrieved from https://ugm.ac.id/id/berita/17341-satpam-ugm-sukses-kuliahkan-4-anak-terima-penghargaan-keluarga-hebat

4. SKK UGM Gelar Pelatihan Penanggulangan dan Penanganan Bahaya Kebakaran | Universitas Gadjah Mada. (2019). Retrieved from https://ugm.ac.id/id/berita/2225-skk-ugm-gelar-pelatihan-penanggulangan-dan-penanganan-bahaya-kebakaran

5. SKKK UGM Perketat Patroli Malam Hari | Universitas Gadjah Mada. (2019). Retrieved from https://ugm.ac.id/id/berita/9402-skkk-ugm-perketat-patroli-malam-hari

6. Usman, S. (1999). Arah Gerakan Mahasiswa: Gerakan Politik Ataukah Gerakan Moral?. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 3(1999).

24 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page