Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada berhiasakan Sumba pada 23-28 Oktober 2018 bertepatan dengan acara Festival Sumba. Ketika saya dan Indah Kustia menginjakkan kaki di fakultas tersebut serasa ada yang berbeda dan istimewa dari hari-hari sebelumnya, rupanya adalah nuansa Sumba yang sengaja di buat untuk mendukung festival yang sedang dilaksanakan. Kami melihat terdapat gubuk dari sebuah bambu beratapkan rapak yang sudah kering. Rumah tersebut layaknya rumah Adat Sumba yaitu Rumah Humba.
Disisi lain pintu masuk Fakultas Ilmu Budaya bagian selatan juga dihiasi oleh sesuatu hal yang berbeda dan menarik. Saya lihat ke atas terdapat sebuah bambu dirangkai-rangkai menjadi susunan yag kokoh dan bambu digantungkan dengan dihiasi pita warna biru serta ungu. Selain itu juga ada bendera atau kain berwarna merah, kuning, biru, berukuran sedang ditali dengan bambu dibagian kanan dan kiri pintu masuk tersebut. Saya dengar juga bambu tersebut mengeluarkan sebuah suara nan indah dan sejuk karena hasil bersentuhan antara satu bambu dengan bambu lainnya. Hal tersebut menciptakan suasana tenang dan tentram, bahkan mengarahkan pikiran saya kepada desa yang masih asri dan alami dengan kealamiahan gesekan bambu satu sama lain yang ditanam di desa-desa. Menghadirkan kebahagiaan juga melalui warna bendera atau kain yang memberi kesan ceria dan meriah.
Hiasan yang indah pada pintu masuk Fakultas Ilmu Budaya membuat banyak orang ingin mengabadikannya menjadi foto. Kami melihat tidak sedikit orang yang lewat pintu tersebut lalu foto beberapa kali, kemudian melanjutkan perjalanan. Mereka berjalan sambil sesekali melihat keatas dan kesamping seakan-akan hiasan tersebut menarik perhatian mata, sehingga mereka memperhatikannya. Menurut kami, hiasan tersebut sangat sederhana namun bisa menarik perhatian banyak orang.
Upacara Kedde di Sumba
Sumba memiliki sebuah upacara adat salah satunya bernama Upacara Kedde. Upacara tersebut dilaksanakan jika ada sebuah kematian manusia di Sumba. Tujuan dari upacara tersebut sebagai ucapan bela sungkawa atas meninggalnya seseorang maka diadakan dalam wujud upacara kematian dan penguburan mayat. Upacara Kedde dilaksanakan dengan kedatangan warga yang berbela sungkawa kepada warga yang sedang berduka. Kedatangan mereka membawa sebuah persembahan yaitu dua kerbau. Kerbau yang mereka bawa dipersembahkan kepada warga yang sedang berduka untuk disembelih, lalu warga yang berduka memberi balasan dengan memberi kain tenun sebagai bentuk penghargaan.
Kami mendengar sedikit cerita dibalik upacara Kedde, bahwa orang yang mati dan hidup itu sama saja, mereka sama-sama mempunyai kehidupan hanya berbeda tempat. Mereka sama-sama bisa menikmati suasananya masing-masing hanya saja orang yang mati berpindah tempat terlebih dahulu daripada orang yang masih hidup. Bahkan kata Orang Sumba, orang yang mati dalam tempat kematiannya juga makan, minum, beternak, menggembala kerbau, dan sebagainya. Mereka melakukan aktivitas layaknya orang yang masih hidup di dunia.
Kematian membawa kesedihan namun juga tidak baik jika terus-terusan untuk disedihkan. Kematian merupakan takdir dari setiap manusia yang berbeda-beda. Hal baik yang dilakukan orang sekitar ketika menghadapi kematian orang lain adalah mengikhlaskan dan menerima kenyataan bahwa kematian diluar kehendak manusia, semua sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Upacara Kedde pada Festival Sumba di Fakultas Ilmu Budaya UGM
Pada hari Jumat, 26 Oktober 2018 digelar sebuah Upacara Kedde. Mendatangi acara tersebut adalah pengalaman pertama dalam seumur hidup kami. Pertama kalinya kami melihat secara langsung Upacara Adat Sumba di depan mata bukan upacara adat Jawa. Pada hari itu kami sangat antusias untuk menikmati Upacara Adat Kedde. Kami ingin mengetahui lebih banyak tentang Sumba melaluiUpacara Kedde. Ternyata, tidak hanya kami saja namun juga teman satu kelas bahkan dalam satu fakultas ini juga turut menyaksikan upacara tersebut. Bahkan, kami juga melihat beberapa fotografer atau wartawan yang juga turut hadir untuk menyaksikan upacara tersebut dengan mengabadikan momen istimewa itu menggunakan kamera.
Upacara Kedde dilaksanakan di depan Gedung Soegondo FIB. Pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB sudah terdapat banyak orang berada disekitar lokasi tersebut. Pikir kami mungkin orang-orang sudah tahu bahwa akan dilaksanakan Upacara Kedde sehingga sudah bertebaran orang di sana. Bahkan, tidak sedikit penjual yang jualan di pinggir-pinggir gedung. Penjual tersebut sudah ramai pengunjung sedang jajan makanan dan minuman sambil menunggu pelaksanaan Upacara Kedde. Terdapat juga banyak orang yang sedang berlalu-lalang sambil menampakkan wajah keheranan atau penasaran melihat ramainya orang di lokasi tersebut, sebagian orang mungkin juga ada yang belum tau tentang acara yang akan dilaksanakan ini, sehingga mereka tampaknya bingung. Kami juga sudah bersiap untuk menikmati Upacara Kedde. Kami duduk di pinggir gedung Soegondo tepat 100 M didepan rumah Humba yang sudah diramaikan oleh orang Sumba sebelum upacara dimulai.
Pengemasan yang Menarik pada Upacara Kedde di FIB UGM
Upacara Kedde yang dilaksanakan di FIB UGM pada Festival Sumba dikemas dalam wacana yang berbeda. Pengemasan Upacara Kedde ini sebagai penyambutan orang-orang Sumba yang datang ke Yogyakarta. Jadi, upacara ini sekaligus sambutan suka sita kedatangan orang Sumba khususnya di Fakultas Ilmu Budaya FIB yang telah datang jauh-jauh ke Yogyakarta. Upacara Kedde diawali dengan suara yang dilontarkan oleh orang Sumba di rumah Humba. Mendengarkan suara tersebut kami terkejut dan marasa asing. Kami juga tidak begitu tahu maksud dari suara tersebut namun, kami bisa menikmatinya dengan baik di tengah-tengah orang Sumba. Selanjutnya suara tersebut dibalas oleh banyak orang Sumba yang sedang berada di rumah Humba, begitu juga seterusnya berkali-kali.
Tidak lama kemudian datanglah beberapa orang dan pemuda Sumba melewati pintu masuk selatan FIB. Mereka masuk dengan jalan kaki dan membawa dua buah kerbau ke tengah-tengah keramaian orang-orang yang sedang menyaksikan upacara ini. Kerbau yang mereka bawa kerukuran sedang dengan hiasan dibagian kepalanya. Nampak cakep bentuk kedua kerbau tersebut. Kami juga merasa sedikit terkejut karena salah satu kerbaunya berwarna agak pink seperti warna babi yang disebutnya kerbau bule.
Kedua kerbau diarak ke tengah-tengah dekat dengan rumah Humba. Para tamu dan tuan rumah saling bersalaman dengan menempelkan hidungnya satu sama lain. Setelah itu tuan rumah memberikan kain tenun yang dislempangkan di pundak para tamu. Selain itu juga ada tarian-tarian dari laki-laki dan perempuan Sumba. Laki-lakinya menari dengan membawa parang, namun perempuannya tidak. Disitulah mulai lebih ramai dan penonton semakin mendekat agar bisa melihat lebih jelas.
Kedua kerbau ditanting-tanting oleh para laki-laki dan perempuan dengan diiringi tarian. Laki-laki Sumba ini membawa parang seakan-akan untuk menggorok leher kerbau, pada kenyataannya memang kedua kerbau disembelih, namun pada upacara di Festival Sumba ini kerbau tidak disembelih. Hanya saja seperti digoda sampai kerbaunya kebingungan. Mungkin karena kerbau tersebut bukan asli dari Sumba, sehingga saat menghadapi situasi semacam itu menjadi bingung dan resah.
Di balik Upacara Kedde
Kami begitu menikmati Upacara Kedde yang telah digelar. Rasanya seperti sedang berada di Sumba sesungguhnya. Orang-orang Sumba seakan-akan membius dan menghipnotis suasana menjadi serba Sumba melalui Upacara Kedde tersebut. Kami juga bahagia dan senang sekali karena bisa tahu tentang Sumba khususnya Kedde di depan mata kepala tanpa harus ke Sumba, namun Sumba yang mendekat ke FIB. Ada beberapa hal yang menurut kami menarik pada pelaksanaannya. Salah satunya adalah setahu kami upacara kedde ini baru pertama kali diadakan di FIB UGM dan bersyukurnya bisa ikut menyaksikan. Dalam pelaksanaannya orang Sumba menggunakan pakaian adat yang mengindahkan pandangan mata kami. Saya sangat suka diberi tontonan yang berbeda dari biasanya, mereka sangat unik menggunakan pakaian adat. Terlihat menawan dan seakan-akan siap untuk perang, padahal mau upacara adat. Beberapa orang Sumba laki-laki membawa tongkat panjang dan juga parang sebagai atribut upacara.
Indahnya Sumba melalui Upacara Kedde
Melalui Upacara Kedde, Sumba dihadirkan untuk para penonton pada Festival Sumba di FIB UGM. Kami dapat menambil banyak pengetahuan dan pengalaman melalui upacara tersebut. Kami menjadi lebih tahu mengenai Sumba melalui upacara adatnya. Pada kenyataannya kematian orang Sumba dihormati dengan upacara adat Kedde dan pada Festival Sumba ini orang Sumba disambut dengan penuh persiapan yang matang. Seluruh instrumen dan atribut Festival Sumba sangat dipersiapkan dengan baik maka hasilnya saat hari H juga begitu memusakan penonton. Kami tidak hanya melihat dan tahu tapi juga sampai di hati bahwa inilah Sumba, bahwa hari itulah saya sedang berada dalam suasana Sumba yang begitu unik dan menarik. Mereka semua snagat antusias dalam acara itu, melakukan upacara dengan baik dan menghibur.
Ada beberapa hal yang menurut kami ndah dan telah disampaikan dalam Upacara Kedde yaitu rasa sayang dan saling menghormati yang dicerminkan dalam upacara itu sangatlah kental. Para tamu datang dengan membawa sesuatu berupa kedua kerbau lalu tuan rumah juga menyiapkan sesuatu yang berharga kepada para tamu yaitu berupa kain tenun Sumba. Indah bukan hanya karena sesuatu yang mereka bawa, namun juga perasaan dan belas kasih yang begitu suka cita. Satu sama lain saling menciptakan rasa kekeluargaan dan kerukunan. Kami melihat dari kejauhan bahwa saat mereka sedang bersalaman menempelkan hidung antar hidung, disitulah kasih sayang dan rasa kekeluargaannya sangat terpancar jelas. Mereka memancarkan senyum berbinar-binar satu sama lain dengan nyata, bahwa mereka semua satu mempunyai rasa kerukunan.
Hal indah lainnya yang dapat saya ambil adalah mereka bahagia dalam konteks budaya dan adatnya. Mereka memancarkan kebahagiaannya dalam Festival Sumba melalui Upacara Kedde yang bisa mereka persembahkan kepada seluruh warga yang ada di FIB UGM. Kami melihat wajah mereka bangga bisa menyajikan upacara tersebut di Yogyakarta khususnya FIB, bahkan mereka juga bangga bisa menginjakkan kakinya di FIB dengan membawa budayanya. Kami sebagai penonton juga begitu bangga bahwa Sumba memiliki keunikan dan menarik sekali untuk dinikmati, jika bukan karena Festival Sumba ini, kami belum tentu bisa menikmati Upacara Kedde secara langsung. Akhir kata Kedde begitu Indah untuk Sumba di Festival Sumba 2018.
Comments